Kamis, 28 Januari 2010

Pembentukan Gas Metana

Metana termasuk salah satu gas atmosfir yang memberikan efek rumah kaca. Walaupun komposisi metana di atmosfir jauh lebih rendah dibandingkan dengan gas karbondioksida (CO2), yaitu hanya 0,5% dari jumlah CO2, koefisien daya tangkap panas metana jauh lebih tinggi, yaitu 25 kali gas CO2.

Oleh karena itu, sekitar 15% pemanasan global disumbang oleh gas metana. Dalam waktu 250 tahun terakhir, jumlah gas metana meningkat lima kali lipat dari jumlah gas CO2. Sekitar 50% emisi gas metana hasil aktivitas manusia berasal dari kegiatan pertanian. Dari jumlah tersebut, 20-60% berasal dari peternakan, terutama ternak ruminansia. Seekor sapi dewasa dapat mengemisi 80-110 kg metana per tahun.

Di samping berdampak buruk bagi atmosfir, metanogenesis juga berpengaruh negatif terhadap hewan ruminansia itu sendiri, yaitu dapat menyebabkan kehilangan energi hingga 15% dari total energi kimia yang tercerna. Pembentukan gas metana di dalam rumen merupakan hasil akhir dari fermentasi pakan. Pada prinsipnya, pembentukan gas metana di dalam rumen terjadi melalui reduksi CO2 oleh H2 yang dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik. Pembentukan gas metana di dalam rumen berpengaruh terhadap pembentukan produk akhir fermentasi di dalam rumen, terutama jumlah mol ATP, yang pada gilirannya mempengaruhi efisiensi produksi mikrobial rumen.

Populasi protozoa di dalam rumen berbanding langsung dengan produksi gas metana, artinya produksi gas metana berkurang bila populasi protozoa rumen menurun. Dengan demikian, emisi gas metana dapat dikurangi dengan memberikan zat defaunator seperti saponin

Rabu, 27 Januari 2010

FERMENTASI

Pada kebanyakan tumbuhan den hewan respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob, namun demikian dapat saja terjadi respirasiaerob terhambat pada sesuatu hal, maka hewan dan tumbuhan tersebut melangsungkan proses fermentasi yaitu proses pembebasan energi tanpa adanya oksigen, nama lainnya adalah respirasi anaerob.

Dari hasil akhir fermentasi, dibedakan menjadi fermentasi asam laktat/asam susu dan fermentasi alkohol.

A. Fermentasi Asam Laktat

Fermentasi asam laktat yaitu fermentasi dimana hasil akhirnya adalah asam laktat. Peristiwa ini dapat terjadi di otot dalam kondisi anaerob.

Reaksinya: C6H12O6 ————> 2 C2H5OCOOH + Energi
enzim

Prosesnya :

1. Glukosa ————> asam piruvat (proses Glikolisis).
enzim

C6H12O6 ————> 2 C2H3OCOOH + Energi

2. Dehidrogenasi asam piravat akan terbentuk asam laktat.

2 C2H3OCOOH + 2 NADH2 ————> 2 C2H5OCOOH + 2 NAD
piruvat
dehidrogenase

Energi yang terbentak dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat :

8 ATP — 2 NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP.

B. Fermentasi Alkohol

Pada beberapa mikroba peristiwa pembebasan energi terlaksana karena asam piruvat diubah menjadi asam asetat + CO2 selanjutaya asam asetat diabah menjadi alkohol.

Dalam fermentasi alkohol, satu molekul glukosa hanya dapat menghasilkan 2 molekul ATP, bandingkan dengan respirasi aerob, satu molekul glukosa mampu menghasilkan 38 molekul ATP.

Reaksinya :

1. Gula (C6H12O6) ————> asam piruvat (glikolisis)

2. Dekarbeksilasi asam piruvat.

Asampiruvat ————————————————————> asetaldehid + CO2.
piruvat dekarboksilase (CH3CHO)

3. Asetaldehid oleh alkohol dihidrogenase diubah menjadi alkohol
(etanol).

2 CH3CHO + 2 NADH2 —————————————————> 2 C2HsOH + 2 NAD.
alcohol dehidrogenase
enzim

Ringkasan reaksi :

C6H12O6 —————> 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 NADH2 + Energi

C. Fermentasi Asam Cuka

Fermentasi asam cuka merupakan suatu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter aceti) dengan substrat etanol.

Energi yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol secara anaerob.

Reaksi:

aerob
C6H12O6 —————> 2 C2H5OH ———————————————> 2 CH3COOH + H2O + 116 kal
(glukosa) bakteri asam cuka asam cuka

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi.

Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara".

Pasteur melakukan penelitian secara hati-hati dan menyimpulkan, "Saya berpendapat bahwa fermentasi alkohol tidak terjadi tanpa adanya organisasi, pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel secara simultan..... Jika ditanya, bagaimana proses kimia hingga mengakibatkan dekomposisi dari gula tersebut... Saya benar-benar tidak tahu".

Ahli kimia Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil menjelaskan bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut sebagai zymase.

Penelitian yang dilakukan ilmuan Carlsberg (sebuah perusahaan bir) di Denmark semakin meningkatkan pengetahuan tentang ragi dan brewing (cara pembuatan bir). Ilmuan Carlsberg tersebut dianggap sebagai pendorong dari berkembangnya biologi molekular.

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.

Persamaan Reaksi Kimia

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Dijabarkan sebagai

Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.

Fermentasi diperkirakan menjadi cara untuk menghasilkan energi pada organisme purba sebelum oksigen berada pada konsentrasi tinggi di atmosfer seperti saat ini, sehingga fermentasi merupakan bentuk purba dari produksi energi sel.

Produk fermentasi mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh tetapi tidak dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau akseptor elektron lainnya (yang lebih highly-oxidized) sehingga cenderung dianggap produk sampah (buangan). Konsekwensinya adalah bahwa produksi ATP dari fermentasi menjadi kurang effisien dibandingkan oxidative phosphorylation, di mana pirufat teroksidasi penuh menjadi karbon dioksida. Fermentasi menghasilkan dua molekul ATP per molekul glukosa bila dibandingkan dengan 36 ATP yang dihasilkan respirasi aerobik.

"Glikolisis aerobik" adalah metode yang dilakukan oleh sel otot untuk memproduksi energi intensitas rendah selama periode di mana oksigen berlimpah. Pada keadaan rendah oksigen, makhluk bertulang belakang (vertebrata) menggunakan "glikolisis anaerobik" yang lebih cepat tetapi kurang effisisen untuk menghasilkan ATP. Kecepatan menghasilkan ATP-nya 100 kali lebih cepat daripada oxidative phosphorylation. Walaupun fermentasi sangat membantu dalam waktu pendek dan intensitas tinggi untuk bekerja, ia tidak dapat bertahan dalam jangka waktu lama pada organisme aerobik yang kompleks. Sebagai contoh, pada manusia, fermentasi asam laktat hanya mampu menyediakan energi selama 30 detik hingga 2 menit.

Tahap akhir dari fermentasi adalah konversi piruvat ke produk fermentasi akhir. Tahap ini tidak menghasilkan energi tetapi sangat penting bagi sel anaerobik karena tahap ini meregenerasi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+), yang diperlukan untuk glikolisis. Ia diperlukan untuk fungsi sel normal karena glikolisis merupakan satu-satunya sumber ATP dalam kondisi anaerobik.

Pembuatan tempe dan tape (juga peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-obatan. Fermentasi yang sering dilakukan adalah proses tape, tempe, yoghurt, dan tahu.

Istilah aerobik yang digunakan dalam proses penanganan secara biologis berarti proses di mana terdapat oksigen terlarut (memerlukan oksigen). Oksidasi bahan organik menggunakan molekul oksigen sebagai aseptor elektron terakhir adalah proses utama yang menghasilkan energi kimia untuk mikroorganisme. Mikroba yang menggunakan oksigen sebagai aseptor elektron terakhir adalah mikroorganisme aerobik, sedangkan sebaliknya disebut anaerobik.

Organisme aerobik atau aerob adalah organisme yang melakukan metabolisme dengan bantuan oksigen. Aerob, dalam proses dikenal sebagai respirasi sel, menggunakan oksigen untuk mengoksidasi substrat (sebagai contoh gula dan lemak) untuk memperoleh energi.

· Aerob obligat membutuhkan oksigen untuk melakukan respirasi sel aerobik.

· Aerob fakultatif dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi secara anaerobik.

· Mikroaerofil adalah organisme yang bisa menggunakan oksigen tetapi dalam konsentrasi yang sangat kecil (mikromolar).

· Organisme aerotoleran dapat hidup walaupun terdapat oksigen di sekitarnya, tetapi mereka tetap anaerobik karena mereka tidak menggunakan oksigen sebagai terminal electron acceptor (akseptor elektron terminal).

Contoh yang dapat diberikan adalah oksidasi glukosa (monosakarida) dalam respirasi aerobik.

C6H12O6 + 6 O2 + 38 ADP + 38 fosfat → 6 CO2 + 6 H2O + 38 ATP

Energi yang dilepaskan pada reaksi ini sebesar 2880 kJ per mol, yang disimpan dalam regenerasi 38 ATP dari 38 ADP per glukosa. Angka ini 19 kali lebih besar daripada yang dihasilkan reaksi anaerobik. Organisme eukariotik (semua kecuali bakteri) hanya memperoleh 36 ATP yang diregenerasi dari ADP dalam proses ini. Hal ini disebabkan terdapat membran yang harus dilewati oleh transport aktif.

Persamaan ini merupakan rangkuman dari apa yang sesungguhnya terjadi dalam tiga seri reaksi biokimia: glikolisis, siklus Krebs, dan oxidative phosphorylation.

Hampir semua hewan, sebagian besar jamur (fungi), dan beberapa bakteri adalah aerob obligat. Sebagian besar organisme anaerobik adalah bakteri. Menjadi aerob obligat, walaupun menguntungkan dalam memperoleh energi, berarti juga harus menghadapi stress oksidatif.

Ragi sebagai contoh adalah aerob fakultatif. Sel-sel pada manusia juga merupakan aerob fakultatif: mereka akan melakukan fermentasi asam laktat jika tidak mendapatkan oksigen. Akan tetapi, hal ini tidak dapat berlangsung terus menerus sehingga manusia termasuk dalam aerob obligat.

Contoh dari bakteri aerob obligat adalah: Nocardia (Gram positif), Pseudomonas aeruginosa (Gram negatif), Mycobacterium tuberculosis (Acid Fast), and Bacillus (Gram positif).

Anaerobik adalah kata teknis yang secara harfiah berarti "tanpa udara" (dimana "udara" biasanya berarti oksigen). Kata yang berlawanan dengannya adalah aerobik. Dalam pengolahan limbah, tidak adanya oksigen dinamakan sebagai 'anoxic'; sedangkan anaerobik digunakan untuk mengindikasikan tidak adanya akseptor elektron (nitrat, sulfat atau oksigen)

Anaerobik juga dapat merujuk pada:

· Aktifitas anaerobik, pemecahan bahan-bahan organis oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen

· Latihan anaerobik, merupakan salah satu bentuk latihan olah raga.

· Anaerobik glikolisis, perubahan dari gula menjadi alkohol dengan menggunakan ragi - lihat Fermentasi

· Organisme anaerobik, setiap organisme yang tidak membutuhkan oksigen untuk tumbuh

· Respirasi anaerobik, oksidasi molekul tanpa oksigen.

· Oksidasi ammonium anaerobik, anammox, proses mikrobial yang menggabungkan ammonium dan nitrit.

Organisme anaerobik atau anaerob adalah setiap organisme yang tidak memerlukan oksigen untuk tumbuh.

· Anaerob obligat akan mati bila terpapar pada oksigen dengan kadar atmosfer.

· Anaerob fakultatif dapat menggunakan oksigen jika tersedia.

· Organisme aerotoleran dapat hidup walaupun terdapat oksigen di sekitarnya, tetapi mereka tetap anaerobik karena mereka tidak menggunakan oksigen sebagai terminal electron acceptor (akseptor elektron terminal).

Mikroaerofil adalah organisme yang dapat menggunakan oksigen, tetapi hanya pada konsentrasi yang rendah (rentang mikromolar rendah); pertumbuhannya dihambat oleh level oksigen yang normal (sekitar 200 mikromolar). Nanaerob adalah organisme yang tidak dapat tumbuh bila terdapat konsentrasi mikromolar oksigen, tetapi dapat tumbuh dan diuntungkan pada konsentrasi nanomolar oksigen.

Anaerob obligat dapat menggunakan fermentasi atau respirasi anaerobik. Jika terdapat oksigen, anaerob fakultatif menggunakan respirasi aerobik; tanpa oksigen beberapa diantaranya berfermentasi, beberapa lagi menggunakan respirasi anaerobik. Organisme aerotoleran hanya dapat berfermentasi. Mikroaerofil melakukan respirasi aerobik, dan beberapa diantaranya dapat juga melakukan respirasi anaerobik.

Terdapat beberapa persamaan kimia untuk reaksi fermentasi anaerobik.

Organisme anaerobik fermentatif biasanya menggunakan jalur fermentasi asam laktat:

C6H12O6 + 2 ADP + 2 fosfat → 2 asam laktat + 2 ATP

Energi yang dilepaskan pada persamaan ini sekitar 150 kJ per mol, yang disimpan dalam regenerasi dua ATP dari ADP per glukosa. Ini hanya 5% energi per molekul gula daripada yang dapat dihasilkan oleh reaksi aerobik.

Tumbuhan dan jamur (contohnya ragi) biasanya melakukan fermentasi alkohol (etanol) ketika oksigen terbatas melalui reaksi berikut:

C6H12O6 + 2 ADP + 2 fosfat → 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 ATP

Energi yang dilepaskan sekitar 180 kJ per mol, yang disimpan dalam regenerasi dua ATP dari ADP per glukosa.

Bakteri anaerobik dan archaea menggunakan jalur ini dan beberapa jalur lainnya dalam melakukan fermentasi seperti: fermentasi asam propionat, fermentasi asam butirat, fermentasi pelarut, fermentasi asam campuran, fermentasi butanediol, fermentasi Stickland, asetogenesis atau metanogenesis.

Beberapa bakteri anaerobik menghasilkan toksin (racun) seperti toksin tetanus atau botulinum yang sangat berbahaya bagi organisme yang lebih besar, termasuk manusia.

Anaerob obligat akan mati bila terdapat oksigen karena tidak adanya enzim superoksida dismutase dan katalase yang dapat mengubah superoksida berbahaya yang timbul dalam selnya karena adanya oksigen.

Organisme anaerobik fakultatif adalah organisme, biasanya bakteri, yang menghasilkan ATP secara respirasi aerobik jika terdapat oksigen tetapi juga mampu melakukan fermentasi.

Beberapa contoh bakteri anaerobik fakultatif adalah Staphylococci (Gram positif), Corynebacterium (Gram positif), dan Listeria (Gram positif). Organisme dalam Kerajaan Fungi (jamur) dapat juga tergolong anaerobik fakultatif, contohnya ragi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan metabolisme dalam anaerobik fakultatif adalah konsentrasi oksigen dan materi fermentasi di lingkungan.

Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit promer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Proses pertumbuhan mikroba merupakan tahap awal proses fermentasi yang dikendalikan terutama dalam pengembangan inokulum agar dapat diperoleh sel yang hidup. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan kondisi medium, komposisi medium, suplai O2, dan agitasi. Bahkan jumlah mikroba dalam fermentor juga harus dikendalikan sehingga tidak terjadi kompetisi dalam penggunaan nutrisi. Nutrisi dan produk fermentasi juga perlu dikendalikan, sebab jika berlebih nutrisi dan produk metabolit hasil fermentasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi dan represi. Pengendalian diperlukan karena pertumbuhan biomassa dalam suatu medium fermentasi dipengaruhi banyak faktor baik ekstraselular maupun faktor intraselular. Kinetika pertumbuhan secara dinamik dapat digunakan untuk meramalkan produksi biomassa dalam suatu proses.

Fermentasi berasal dari bahasa Latin fervere yang berarti mendidihkan. Seiring perkembangan teknologi, definisi fermentasi meluas, menjadi semua proses yang melibatkan mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk yang disebut metabolit primer dan sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Pada mulanya istilah fermentasi digunakan untuk menunjukkan proses pengubahan glukosa menjadi alcohol yang berlangsung secara anaerob. Namun, kemudian istilah fermentasi berkembang lagi menjadi seluruh perombakan senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme yang melibatkan enzim yang dihasilkannya. Dengan kata lain, fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis. Produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis:

1. produk biomassa

2. produk enzim

3. produk metabolit

4. produk transformasi

Dalam bioproses fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang diuhasilkan melalui fermentasi merupaklan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya. Di samping hasil-hasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal.

Pada percobaan ini digunakan ragi Saccharomycess cereviceae, yang bersifat fakulktatif anaerobik. Pada kondisi aerobik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik adalah oksigen. Pemanfaatan pada keadaan ini menghasilkan penambahan biomassa sel dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

C6H12O6 . CO2 + H2O + biomassa sel

Pada kondisi anaerobik, Saccharomycess cereviceae menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik. Dalam hal ini yang digunakan adalah glukosa dari substrat dengan hasil akhir perombakan berupa alkohol (etanol), aldehid, asam organik, dan fussel oil. Reaksi yang berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah sebagai berikut:

C6H12O6 . 2 C2H5OH + 2 CO2 + produk samping

Pada percobaan ini digunakan glukosa sebagai substrat utama. Hal ini disebabakan struktur model glikosa yang sederhana sehingga mudah digunakan oleh Saccharomycess cereviceae. Glukosa digunakan sebagai sumber energi dan sumber karbon yang digunakan untuk membentuk material penyusun sel baru.

Glukosa disebut juga reducing sugar sehingga pemanfaatannya oleh Saccharomycess cereviceae dilakukan dengan mengoksidasi glukosa yaitu dengan cara pemutusan ikatan rangkap pada gugus karbonil glukosa. Media yang digunakan di dalam fermentasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel Saccharomycess

cereviceae

2. mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel

Saccharomycess cereviceae

3. tidak mengandung zat yang menghambat pertumbuhan sel

4. tidak terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam penggunaan substrat.

Oleh karena itu, selain glukosa, ke dalam medium fermentasi juga ditambahkan zat-zat lain yang berfungsi sebagai sumber makronutrien dan mikronutrien serta growth factor.

Proses pertumbuhan mikroba sangat dinamik dan kinetikanya dapat digunakan untuk meramal produksi biomassa dalam suatu proses fermentasi. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan perilaku mikroba dapat digolongan dalam faktor intraseluler dan faktor ekstraselular. Faktor intraselular meliputi struktur, mekanisme, metabolisme, dan genetika. Sedangkan faktor ekstraselular meliputi kondisi lingkungan seperti pH, suhu, tekanan.

Proses pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu. Pada saat tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan mengalami fasa kematian. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan mikroba antara lain:

1. Penyusutan konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroba

karena habis terkonsumsi.

2. Produk akhir metabolisme yang menghambat pertumbuhan mikroba karena

terjadinya inhibisi dan represi.

Pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan dalam suatu kurva pertumbuhan. Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahap seperti pada Gambar 1, antara lain:

1. Fasa stationer adalah fasa yang disebut fasa adaptasi/ lag phase. Pada saat ini

mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium baru daripada tumbuh ataupun berkembang biak. Pada saat ini mikroba berusaha merombak materi-materi dalam medium agar dapat digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Bila dalam medium ada komponen yang tidak dikenal mikroba, mikroba akan memproduksi enzim ekstraselular untuk merombak komponen tersebut. Fasa ini juga berlangsung seleksi. Hanya mikroba yang dapat mencerna nutrisi dalam medium untuk pertumbuhannya lah yang dapat bertahan hidup.

2. Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikrioba sudah dapat menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya. Pada fasa ini mikroba banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat.

Laju pertumbuhan µ= dX meningkat mencapai nilai maksimumnya.

dt

µ = laju pertumbuhan mikroba (sel/detik)

X = jumlah mikroba hidup

3. Fasa eksponensial adalah akhir fasa pertumbuhan dipercepat. Pada fasa ini laju pertumbuhan tetap pada laju pertumbuhan maksimum (µmaks). Nilai µ maks ini ditentukan oleh konstanta jenuh/ saturasi substrat. Nilai µmaks untuk setiap mikroba juga tertentu pada masing-masing substrat.

4. Fasa pertumbuhan diperlambat mulai pada akhir fasa eksponensial. Pertumbuhan mikroba yang begitu cepat tidak diimbangi tersedianya nutrisi yang cukup. Jika fermentasi dilakukan secara batch, dimana umpan nutrisi dimasukkan hanya pada awal proses fermentasi, pada waktu tertentu saat jumlah mikroba yang mengkonsumsi nutrisi tersebut melebihi daya dukung nutrisi akan terjadi kekurangan nutrisi. Hal lain yang memperlambat pertumbuhan mikroba adalah terjadinya inhibisi ataupun represi yang terjadi karena terakumulasinya produk metabolit sekunder hasil aktifitas fermentasi mikroorganisme.

5. Fasa kematian terjadi apabila nutrisi sudah benar-benar tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan mikroorganisme. Keadaan ini diperparah oleh akumulasi produk metabolit primer dan sekunder yang tidak dipanen sehingga terus menginhibisi ataupun merepresi pertumbuhan sel mikroorganisme. Selain itu umur sel juga sudah tua, sehingga pertahan sel terhadap lingkungan yang berbeda dari kondisi biasanya juga berkurang.

Dalam percobaan ini, proses fermentasi ragi tersebut melalui 4 tahapan:

1. tahap persiapan medium fermentor

2. tahap sterilisasi

3. tahap pembuatan inokulum dan pengembangan starter

4. tahap pelaksanaan fermentasi

Tahap Persiapan Medium Fermentasi

Medium yang digunakan adalah medium cair yang terdiri dari 2 macam larutan.

Larutan pertama berisi garam-garam nutrisi untuk pertumbuhan ragi, sedangkan larutan kedua adalah substrat yang umumnya berupa latutan glukosa dalam air. Nutrisi yang diperlukan dalam medium petumbuhan ragi antara lain unsur N, S, O, H, Mg, K, Ca. Glukosa berfungsi sebagai sumber karbon dan sumber energi. Kadar senyawa-senyawa yang diperlukan supaya medium dapat mendukung pertumbuhan ragi secara optimal harus ditentukan berdasarkan komposisi masing-masing unsur dalam sel ragi yang telah banyak diteliti dan dibukukan.

Adapun komponen dari media yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Substrat utama

Sebagai substrat utama digunakan larutan glukosa. Karena glukosa adalah substrat utama, maka pertumbuhan biomassa sel Saccharomycess cereviceae merupakan fungsi dari konsentrasi glukosa. Hasil perombakan glukosa oleh sel adalah berupa CO2 dan H2O.

b. Sumber makronutrien, mikronutrien, dan growth factor.

Sebagai sumber makronutrien, mikronutrien, dan growth faktor umumnya

Laboratorium Mikrobiologi dan teknologi Bioproses Dept. Teknik Kimia ITB

menggunakan zat-zat sebagai berikut:

1. (NH4)2SO4 sebagai sumber nitrogen yang berguna bagi pembentukan asam

nukleat dan asam-asam amino.

2. K2SO4 sebagai sumber K+ yang merupakan kofaktor enzim

3. Na2HPO4.2H2O sebagai sumber Na dan P. Na berfungsi sebagai kofaktor dan P berguna untuk sintesis asam nukleat, ATP, fosfolipid, dan senyawa yang mengandung fosfor lainnya.

4. MgSO4 sebagi sumber Mg yang berperan di dalam stabilisasi ribosom,

stabilisasi membran dan dinding sel, serta berfungsi sebagai kofaktor enzim.

5. CaCl2 sebagai sumber Ca untuk stabilisasi dinding sel.

6. ZnSO4 sebagai sumber Zn yang berfungsi sebagai regulator enzim

7. Fe(NH4)(SO4) sebagai sumber Fe, makronutrien pembentuk sitokrom pembawa elektron dalam jalur transportasi elektron.

8. CuSO4 sebagai sumber Cu yang berperan penting dalam reaksi redoks metabolisme.

9. yeast extract sebagai penyedia asam-asam amino tunggal, growth factor dan

berbagai vitamin yang dibutuhkan sel

10. aqua dm, sebagai media pelarut dan pengaduk dalam transportasi senyawa.

Setelah medium substrat dan medium nutrisi dicampurkan, diusahakan pH tetap 4-5 yang merupakan pH optimal pertumbuhan sel ragi.

Tahap Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan terhadap bahan dan alat sehingga terbebas dari kontaminasi mikroorganisme lain. Sterilisasi perlu dilakukan karena kontaminasi mikroba lain akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan sebagai berikut:

1. kontaminan meningkatkan persaingan di dalam mengkonsumsi substrat sehingga akan mengurangi perolehan

2. kontaminan dapat menghambat proses metabolisme sel sehingga akan mengurangi perolehan

3. kontaminan meningkatkan turbiditas sehingga dapat mengacaukan pengukuran terhadap jumlah sel setiap saat.

Pada percobaan ini proses sterilisasi dilakukan di laboratorium dengan menggunakan autoclave. Autoclave melakukan sterilisasi dengan menggunakan panas lembab. Keuntungan penggunaan panas lembab dalam proses sterilisasi adalah kelembaban mempermudah proses denaturasi protein sel kontaminan. Autoclave dioperasikan pada tekanan 15 psia dan temperatur 121 oC selama 15 menit. Pada saat sterilisasi beberapa lubang pada fermentor ditutup dengan kapas. Tujuannya adalah untuk mengalirkan udara panas dari dalam fermentor sehingga tidak terjadi tekanan yang terlalu tinggi di dalam fermentor selama sterilisasi. Sedangkan tujuan lain penggunaan kapas adalah agar kehilangan uap air selama sterilisasi minimal. Hal yang perlu ditekankan pada sterilisasi medium ini adalah larutan nutrisi tidak boleh disterilisasi bersamaan dengan larutan glukosa agar tidak terjadi proses karamelisasi. Karamelisasi disebut juga proses reduksi Maillard. Proses ini terjadi karena gugus karbonil pada glukosa bereaksi dengan gugus amonium atau protein dari medium sehingga membentuk nitrogen hitam. Senyawa ini tidak dapat dioksidasi mikroba dan disebut unfermented substrate. Akibat reaksi ini glukosa tidak dapat diuraikan oleh sel ragi, bahkan menjadi inhibitor terhadap sel ragi tersebut.

Reaksi karamelisasi glukosa ini berlangsung sebagai berikut:

R-COH + NH2-R’ . R-COH-NH2 + produk lain

Karena itu, proses sterilisasi dilakukan terpisah. Larutan nutrisi dimasukkan dalam fermentor dan disterilisasi sekaligus bersama fermentornya. Larutan glukosa disterilisasi sendiri dalam erlenmeyer. Setelah fermentor dan medium steril dingin, larutan glukosa steril dimasukkan secara aseptik ke dalam fermentor. Kemudian pH diatur sampai 4,5 dengan menambahkan HCH steril 1 N. Nilai 4,5 adalah pH optimum pertumbuhan ragi.

Tahap Penyiapan Inokulum

Setelah seluruh alat dan bahan steril, dilakukan inokulasi Saccharomycess cereviceae dari biakan murni. Yang digunakan sebagai inokulum adalah biakan ragi pada agar miring. Komposisi medium starter adalah sama dengan komposisi media fermentasi dengan penambahan growth factor. Inokulum tersebut dimasukkan dalam campuran larutan nutrisi dan substrat yang diambil sebagian dari fermentor dan dimasukkan dalam labu erlenmeyer 150 mL. Tujuan dibiakkannya ragi dalam starter adalah mengadaptasikan sel terhadap media fermentasi. Dengan adanya adaptasi pada starter ini diharapkan lag phase sebagai tahap awal fermentasi dilewati. Biakan diusahakan tepat berada pada akhir fasa logaritmik. Dengan demikian pertumbuhan sel ragi akan maksimum dalam waktu yang relatif singkat. Inokulasi Sacchromycess cereviceae dilakukan secara aseptis untuk menjaga kemurnian biakan. Setelah dimasukkan dalam medium, inokulum tersebut diletakkan dalam alat shaker selama, paling cepat, 16 jam. Fungsi shaker adalah mempermudah difusi oksigen ke dalam medium sehingga kontak antara dan inokulum makin banyak dan homogen. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kondisi biakan tetap aerobik. Jika difusi oksigen dalam medium lancar, kadar DO (oksigen terlarut) dalam medium akan cukup mendukung pertumbuhan sel secara aerobik. Jika sel hidup secara aerobik, biomassa baru akan lebih banyak terbentuk daripada etanol. Dengan demikian pada akhir masa inkubasi shaker ini diharapkan juga sel sudah berada pada akhir fasa logaritmik.

Tahap Pelaksanaan Fermentasi

Tahap ini dimulai saat inokulum yang telah beradaptasi dalam medium dimasukkan dalam medium di fermentor. Pada praktikum ini fermentor yang dipakai bervolume 5 liter. Fermentor adalah suatu reaktor yang dipersiapkan untuk melakukan reaksi fermentasi yang dilengkapi dengan pengaduk, saluran aerasi, dan perlengkapan lainnya. Pelaksanaan fermentasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Nutrisi, substrat, dan inokulan dimasukkan ke dalam fermentor yang dilakukan secara aseptis. Nutrisi dimasukkan ke dalam fermentor sebelum disterilisasi dalam autoclave. Substrat dan inokulan dimasukkan dengan cara memanaskan mulut inlet dengan kapas yang dibakar kemudian medium dan inokulum dimasukkan ke dalam fermentor.

2. Kemudian dilakukan kecepatan aerasi dan agitasi. Aerasi berfungsi sebagai penyuplai oksigen untuk sel ragi dalam bentuk gelembung gas. Aerasi diatur pada kecepatan skala 9. Laju oksigen yang disuplai ke dalam fermentor dijaga stabil. Fluktuasi laju alir oksigen ini dapat menurunkan unjuk kerja fermentor karena laju transfer O2 tidak tetap sehingga metabolisme sel ragi terganggu karena kadar DO yang tidak stabil. Agitasi berfungsi sebagai alat penghomogen larutan fermentasi. Agitasi dilakukan pada kecepatan 600 rpm. Pengadukan dilakukan oleh impeller yang berjumlah 3 buah. Semakin banyak impeller di dalam fermentor semakin homogen larutan tersebut. Laju alir udara dan pengadukan saling terkait satu sama lain. Pengaliran udara berfungsi untuk menjaga suplai oksigen agar tetap sedangkan pengadukan akan meningkatkan laju dispersi oksigen ke dalam larutan dan meratakan kadar oksigen di seluruh medium fermentasi. Di pinggiran fermentor juga terdapat baffle yang berfungsi mencegah terjadinya vortex (pusaran air) sehingga dapat meningkatkan efisiensi aerator. Pengaturan udara keluar dan masuk fermentor dilakukan sedemikian rupa sehingga kontaminasi dapat diminimalkan, yaitu dengan cara menggunakan filter mikroba kapas pada aliran masuk dan menggunakan larutan CuSO4 yang bersifat oligodinamik dan mampu membunuh mikroba kontaminan.

Pencampuran inokulum ke dalam medium fermentor dilakukan secara aseptik dengan menyalakan api di sekitar tempat pemasukan inokulum. Sebaiknya, sebelum proses fermentasi dimulai, ke dalam medium fermentor ditambahkan zat antifoam yang berfungsi mencegah terjadinya foaming. Zat antifoam yang banyak digunakan di industri adalah silicon. Foaming terjadi karena protein terdenaturasi dalam medium fermentasi. Selain menggunakan zat kimia, foaming juga dapat dicegah secara mekanik dengan mengatur putaran agitator. Hal ini lebih sering dilakukan karena zat kimia yang terlalu banyak ditambahkan ke dalam medium dapat menjadi inhibitor bagi pertumbuhan mikroba.

Pada awal fermentasi diusakan pH medium adalah 4,5 yang optimal bagi pertumbuhan ragi. Selama fermentasi pH medium sangat mungkin mengalami penurunan karena terbentuknya asam organik sebagai produk samping fermentasi. Karena itu pH medium harus dipantau, jangan sampai terlalu drop yang akan mengakibatkan sel ragi mati.

Pengambilan dan Pengujian Sampel

Dalam percobaan fermentasi ini sampel untuk analisis diambil dari outlet sampel yang disebut sampling point. Untuk mencegah kontaminasi udara luar dan menjamin bahwa sampel yang dianalisis adalah medium yang representatif pada kondisi tepat saat pengambilan sampel tanpa terpengaruh kotoran dan sampel sebelumnya yang mungkin ada di aliran sampling point, maka 5 mL pertama dari sampel harus dibuang. Analisis yang diperlukan untuk percobaan ini adalah konsentrasi glukosa dan konsentrasi ragi setiap waktu.

Penentuan konsentrasi sel ragi dan glukosa dilakukan dengan analisis spektrofotometri. Prinsip spektrofotometeri adalah analisis turbidometri. Prinsip turbidometeri adalah menganalisis konsentrasi suatu zat berdasarkan kekeruhannya dibanding sampel blanko yang dianggap nilai 0 absorban atau full scale transmitan, atau tidak mengandung konsentrasi zat yang dianalisis.

Pada penentuan konsentrasi sel ragi kekeruhan disebabkan oleh suspensi sel ragi. Blanko yang digunkan adalah larutan medium yang persis sama dengan medium

fermentor, tetapi yang tidak dipakai sebagai medium pertumbuhan ragi. Analisis dilakukan dengan mengambil data absorbansi. Untuk membuat kurva pertumbuhan diperlukan kurva baku untuk mengkorelasikan antara konsentrasi sel terhadap absorbans.

Panjang gelombang yang digunakan untuk menganalisis konsentrasi sel adalah 600 nm. Sampel untuk analisa konsentrasi glukosa harus disentrifugasi terlebih dahulu untuk mengendapkan semua sel ragi sedemikian sampai larutan medium terlihat jernih sehingga tidak mengganggu pancaran sinar saat diperiksa dengan spektrofotometri.

Sentrifugasi dilakukan selama 15 menit dengan kecepatan putaran 5000 rpm. Hasil sentrifugasi adalah supernatan di bagian atas yang berupa cairan yang mengandung glukosa residu (belum terkonsumsi sel ragi) dan endapan sel ragi di bagian bawah.

Jangkauan konsentrasi sampel yang dapat dideteksi akurat oleh spektrofotometri sangat pendek. Karena itu larutan supernatan glukosa yang telah terpisah dari sel ragi harus diencerkan dahulu. Data absorbansi spektofotometri dengan reagen Somogyi-Nelson baru akurat pada konsentrasi 20-150 ppm.

Analisis pertama dilakukan dengan penambahan Somogyi 1 (yang mengandung Na2SO4 anhidrat, KNa tartrat, Na2CO3, NaHCO3 ) yang berfungsi memberi kondisi basa, dan larutan Somogyi 2 yang mengandung Cu SO4. Saat bereaksi dengan Somogyi 2 glukosa akan teroksidasi. Gugus karbonil glukosa akan teroksidasi menjadi karboksilat sementara Cu2+ akan tereduksi menjadi Cu+. Reaksi redoks tersebut dalam kesetimbangan akan menjadi:

Karbonil + Cu2+ + basa Karboksilat + Cu2O + H+

Reaksi redoks ini hanya dapat berlangsung pada kondisi panas. Karena itu setelah supernatan ditambahi Somogyi 2 campuran harus dipanaskan sampai reaksi mencapai kesetimbangan. Reaksi oksidasi dihentikan dengan mendinginkan secara tiba-tiba campuran tersebut dalam es batu. Analisis dilanjutkan dengan penambahan reagen Nielson yang mengandung ansenomolibdate berwarna kuning. Penambahan Nielson dimaksudkan untuk mengubah karboksilat yang ada menjadi gas CO2. Untuk

mengeluarkan gas ini, campuran harus dikocok. Setelah penambahan Nielson, larutan

akan berubah warna dari biru menjadi kuning. Campuran yang telah bebas CO2 tersebut dianalisis dengan spektrofotometri. Untuk penentukan konsentrasi glukosa digunakan panjang gelombang 520 nm. Panjang gelombang ini sesuai dengan intensitas warna larutan yang berwarna hijau. Konsentrasi glukosa ditentukan dengan bantuan kurva baku absorbasn terhadap konsentrasi glukosa.

Penentuan Growth Yield

Perolehan biomassa yang menunjukkan produktivitas proses fermentasi dinyatakan sebagai perolehan (Yield). Growth yield ini dinyatakan dengan persamaan:

Y = - Δ X = X – Xo

Δ S S – S0

dimana: X = massa sel saat t

X0 = massa sel awal

S = massa glukosa saat t

S0 = massa glukosa awal

Penentuan Laju Pertumbuhan Spesifik Maksimum (μmaks)

Laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme (μ) diformulasikan sebagai:

μ = 1 dX

X dt

Nilai μ akan bernilai maksimum bila dt bernilai maksimum. dt adalah gradien

dX dX

kurva pertumbuhan yang mununjukkan jumlah sel ragi setiap waktu. Nilai dt

dX

maksimum pada fasa logaritmik, dimana terlihat jumlah mikroba paling tinggi dan konstan selama beberapa saat.

Yeast, Makhluk di Balik Minuman Keras

Minuman keras atau dalam bahasa fiqihnya dikenal dengan khamer adalah minuman beralkohol yang memabukkan dan haram. Hal itu sudah disepakati oleh semua pihak. Tetapi ada minuman yang sebelumnya dikenal sebagai minuman halal, karena ketidak tahuan proses produksi, bisa berubah menjadi haram, tanpa disadari.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minuman keras adalah bahan-bahan alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Secara umum ada dua jenis tanaman yang sering dipakai, yaitu perasan buah (jus) dan biji-bijian, meskipun kadang-kadang nira atau tebu juga dipakai untuk minuman beralkohol tradisional. Perasan buah yang paling banyak dipakai adalah anggur, sedangkan biji-bijian yang banyak digunakan adalah barley, gandum, hope dan beras.

Dalam pembuatannya bahan-bahan tersebut kemudian difermentasi. Fermentasi adalah proses pengolahan yang menggunakan peranan mikroorganisme (jasad renik), sehingga dihasilkan produk-produk yang dikehendaki. Jasad renik adalah makhluk hidup yang sangat kecil, sehingga mata biasa tidak mampu melihatnya. Ia hanya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop.

Mikroorganisme ada di mana-mana di sekeliling kita, seperti pada tanah, air, bahan makanan, bahkan melayang-layang di udara yang kita hirup setiap hari. Jenis mikroorganisme ini sangat banyak. Dalam mikrobiologi pangan, kita mengenal tiga jenis jasad renik, yaitu kapang (jamur), bakteri dan khamir (yeast). Jamur dan bakteri lebih dikenal masyarakat karena juga berkaitan dengan penyakit. Kalau kita terserang penyakit kulit, seperti panu, kadas dan kurap, maka penyebabnya adalah sejenis jamur penyebab penyakit. Sedangkan bakteri banyak menyebabkan berbagai jenis penyakit menular, seperti TBC, Thypus, Colera, Desentri, dan sebagainya.

Khamir adalah salah satu jenis mikroba yang sebenarnya banyak berperan dalam dunia pangan, tetapi kurang dikenal luas oleh masyarakat. Secara tradisional, khamir sebenarnya sudah sangat dikenal masyarakat. Dalam pembuatan tape selalu digunakan ragi yang ditambahkan untuk membuat singkong atau beras ketan menjadi produk yang diinginkan. Ragi ini sebenarnya adalah khamir yang berfungsi untuk mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula dan alkohol. Proses tersebut juga menyebabkan tekstur tape menjadi lunak dan empuk.

Proses yang hampir sama juga terjadi pada pembuatan minuman keras. Bahan baku berupa biji-bijian tersebut ditambahkan sejenis ragi yang secara mikrobiologis adalah sama, yaitu khamir dengan nama latin Saccharomyces cerevisae. Khamir inilah yang mengubah pati pada biji-bijian tersebut menjadi gula, serta mengubah sebagian gula menjadi alkohol dan komponen flavor (cita rasa). Dari proses tersebut kemudian akan dihasilkan minuman beralkohol dengan cita rasa tertentu sesuai dengan bahan baku yang digunakan.

Lama proses fermentasi itu akan mempengaruhi jumlah alkohol yang dihasilkannya. Semakin lama proses fermentasi semakin tinggi kandungan alkoholnya. Dari perbedaan biji-bijian yang dipakai dan lamanya fermentasi ini akan menghasilkan jenis minuman keras yang berbeda-beda pula.

Fermentasi spontan

Ada kalanya proses pembuatan minuman keras ini tidak harus ditambahkan ragi atau yeast dengan sengaja. Karena mikroorganisme sebenarnya ada di sekeliling kita, termasuk di udara bebas, maka sebenarnya proses fermentasi bisa berlangsung secara langsung, tanpa harus menambahkan ragi ke dalamnya. Proses inilah yang dikenal dengan fermentasi spontan.

Hal ini terjadi pada fermentasi perasan buah anggur. Buah anggur yang diperas dan dibiarkan di udara terbuka, maka dengan sendirinya akan berlangsung proses fermentasi dari mikroba yang ada di udara. Jika proses tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun, maka mikroba yang ada di udara secra alamiah akan terseleksi sendiri, sehingga hanya mikroba tertentu sajalah yang dominan. Itulah yang terjadi pada industri-industri khamer tradisional. Dalam dunia anggur, kita mengenal jenis-jenis anggur tertentu yang disimpan di dalam peti-peti kayu. Semakin lama anggur itu disimpan, semakin mahal pula harga anggur tersebut, karena akan dihasilkan cita rasa spesifik yang sangat khas.

Fermentasi spontan ini bisa terjadi di mana saja, termasuk juga pada minuman jus yang kita miliki dan kita ketahui sebagai minuman halal. Kalau kita menyimpan jus buah yang tidak habis, maka dalam beberapa hari jus tersebut akan mengalami fermentasi spontan dan berubah menjadi minuman beralkohol. Status hukumnya akan sama dengan minuman keras yang mengandung alkohol. Inilah yang kadang-kadang kurang disadari oleh masyarakat. Ketidaktahuan akan proses fermentasi spontan ini bisa saja menjerumuskan kita kepada minuman beralkohol yang memabukkan.

Hal sama juga terjadi pada nira kelapa atau aren. Ketika masih segar, maka nira tersebut adalah halal. Akan tetapi ketika sudah didiamkan beberapa hari (biasanya lebih dari dua hari) maka akan berubah menjadi tuak yang beralkohol, memabukkan dan haram. Minuman itu sering dijajakan di beberapa daerah dan dianggap sebagai minuman halal.

Nah, setelah kita kenal khamir atau yeast yang berperan dalam pembuatan minuman keras ini, sebaiknya kita lebih berhati-hati. Rasulullah sendiri pernah memperingatkan hal ini dengan mengharamkan perasan anggur yang diperam lebih dari tiga hari. Karena kalau sudah lebih dari tiga hari minuman yang tadinya halal itu telah berubah menjadi kharam.

FERMENTASI JERAMI DENGAN MENGGUNAKAN SUPERFARM CATTLE

Makanan alami jenis hewan herbivora termasuk sapi adalah rumput dan daun-daunan. Secara alamiah golongan hewan ini memakan hijauan sepanjang hidupnya. Hijauan merupakan pakan yang penting bagi hewan ruminansia. Hijauan ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu : hijauan liar ( tidak sengaja ditanam dan tumbuh dengan sendirinya ) dan hijauan yang dibudidayakan ( sengaja ditanam dan dipupuk ). Hijauan liar terdiri dari berbagai jenis rumput, leguminoceae dan tanamn lainya. Sedangkan hijauan yang dibudidayakan hanya merupakan satu species rumput atau bercampur dengan species rumput lain.

Ketersediaan pakan hijauan ini sangat dipengaruhi oleh faktor musim. Pada musim penghujan persediaan bahan pakan hijauan sangat banyak dan melimpah. Sedangkan pada musim kemarau ketersediaan pakan hijau ini sangat terbatas. Hijauan dari sisa pertanian seperti jerami, jagung dan lain-lain oleh petani hanya diambil sebagai bahan pakan ternak pada saat sisa hasil pertanian ini hanya ditumpuk dan dibiarkan kering.

Dengan kondisi limbah atau sisa hasil pertanian yang kering, petani tidak memanfaatkannya untuk pakan ternak. Hal ini disebabkan hewan ternak tidak mau memakan sisa atau limbah pertanian yang sudah kering tersebut.
Untuk mengatasi kendala-kendala penyediaan bahan pakan ternak pada musim kemarau maka kami menciptakan suatu produk teknologi yang membantu mengatasi penyediaan bahan pakan untuk ternak pada musim kemarau.

Superfarm Cattle merupakan suatu produk teknologi mikrobia yang berguna untuk membantu menaikan kadar protein bahan pakan, meningkatkan berat badan ternak, mengurangi bau kotoran ternak, dan membantu menfermentasi bahan pakan agar merangsang nafsu makan ternak.

Proses Fermentasi Jerami

A. Teknik I
1. Alat :

a. Gembor air
b. Ember/drum
c. Parang
d. Cangkul

2. Bahan :

a. Jerami kering/daun jagung kering 1.000 kg
b. Superfarm Cattle 4 ltr
c. Mollases 4 ltr
d. Dedak 30 kg
e. Plastik
f. Karung goni

3. Cara Kerja:

a. Membuat lubang yang akan digunakan untuk proses fermentasi
b. Melapisi sekeliling lubang tersebut dengan plastik secara rapat
c. Superfarm Cattle dan mollases dilarutkan dalam air dan diaduk didalam

drum/ember
d. Jerami kering/daun jagung kering dipotong kecil-kecil
e. Jerami kering/daun jagung tersebut dicelupkan kedalam larutan Superfarm

cattle
f. Jerami/daun jagung yang sudah dicelupkan kemudian ditiriskan sampai airnya

tidak menetes lagi
g. Setelah ditiriskan kemudian disusun dalam lubang yang telah dilapisi plastik
h. Susun jerami/daun jagung kering yang sudah ditiris setebal 20-30 cm dan

ditaburi dedak tipis
i. Diatas dedak disusun lagi jerami kering/daun jagung kering yang sudah ditiris

setebal 20-30 cm dan ditabur dedak lagi
j. Lakukan hal yang sama sampai ketinggian yang diinginkan
k. Setelah disusun menurut ketinggian yang dikehendaki permukaan atas dari

jerami/daun jagung ditutup dengan goni
l. Untuk pemberian pakan ternak siap diberikan 2-3 hari setelah fermentasi.

Apabila diberikan ke ternak diangin-anginkan dahulu agar tidak panas.
m. Apabila ingin disimpan dalam jangka waktu 1 bulan hidarkan dari

kontaminasi udara luar.

Keterangan :

1. Besar dan dalam lubang disesuaikan dengan banyaknya jerami yang akan difermentasi
2. Dipojok lubang tempat fermentasi plastik dilubangi untuk pembuangan air yang masih menetes setelah ditumpuk.

B. Tekhnik II
1. Alat :

a. Gembor air
b. Ember/drum
c. Parang

2. Bahan :

a. Jerami kering/daun jagung kering 1.000 kg
b. SF-Cattle 4 ltr
c. Molasses 4 ltr
d. Dedak 30 kg
e. Plastik
f. Goni

3. Cara Kerja :

a. Susun jerami kering dengan ketebalan 20-30 cm
b. Siram dengan SF-Cattle secara merata sampai dengan kadar air 60%
c. Tebarkan dedak tipis secara merata dipermukaan jerami
d. Tumpuk lagi diatasnya dengan jerami kering dan siram lagi dengan SF-

Cattle
e. Taburi dedak tipis dipermukaannya
f. Lakukan hal yang sama sampai ketinggian yang dikehendaki
g. Setelah sampai ketinggian yang dikehendaki di sekeliling jerami ditutup

plastik secara rapat.
h. Permukaan paling atas ditutup dengan goni
i. Jika goni tidak ada, bisa menggunakan jerami kering setebal 30 cm
j. Pada saat pemberian pakan, jerami yang paling atas disingkirkan dahulu

kemudian diambil jerami yang sudah difermentasi
k. Jerami fermentasi jangan langsung diberikan pada ternak, tetapi diangin-

anginkan dahulu sebentar agar dingin baru diberikan ke ternak.

Penggunaan bakteri asam laktat dalam fermentasi sauerkraut sebagai alternatif pengawetan dan pengolahan kubis (Brassica oleracea var capitata f. alba)

Kubis (Brassica oleracea var. capitata "alba") merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang memiliki sifat mudah layu, rusak dan busuk. Penelitian mengenai fermentasi sauerkraut dengan menggunakan bakteri asam laktat Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus plantarum, baik berupa kultur tunggal maupun kultur campuran telah dilakukan dengan tujuan untuk mengawetkan dan meningkatkan kandungan gizi serta cita rasa kubis. Selain itu juga untuk melihat daya hambat produk fermentasi terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Penelitian ini diawali dengan optimasi konsentrasi inokulum dengan variasi 5,0; 7,5 dan 10,0 % v/b. Selanjutnya proses fermentasi sauerkraut menggunakan konsentrasi inokulum optimum sedangkan kontrol hanya menggunakan garam sebanyak 2,5 %. Analisis kadar asam, pH, jumlah total mikroba dan daya hambat dilakukan setiap 2 hari selama 21 hari fermentasi. Total mikroba dihitung dengan menggunakan metode “Total Plate Count” dan daya hambat dengan metode difusi agar. Hasil optimasi menunjukkan bahwa konsentrasi inokulum optimum adalah 7,5 % untuk semua kultur perlakuan. Kadar asam laktat tertinggi 0,98 % untuk L. mesenteroides dan L. plantarum, serta 1,17 % untuk kultur campuran. pH terendah berturut-turut untuk L. mesenteroides, L. plantarum dan kultur campuran adalah 3,34; 3,33 dan 3,30. Proses fermentasi dengan perlakuan inokulum L. mesenteroides menghasilkan asam laktat tertinggi 1,52 %; pH terendah 3,43 dan jumlah total mikroba 2,10.107 sel/mL. Penambahan inokulum L. plantarum menghasilkan asam laktat tertinggi 1,84 %; pH terendah 3,21 dan jumlah total mikroba 2,60.107 sel/mL. Fermentasi dengan kultur campuran menghasilkan asam laktat tertinggi 1,55 %; pH terendah 3,32 dan jumlah total mikroba 1,90.107 sel/mL, sedangkan fermentasi dengan garam menghasilkan asam laktat tertinggi 1,47 %; pH 3,49 dan jumlah total mikroba 1,87.107 sel/mL. Daya hambat tertinggi diperoleh dari fermentasi L. plantarum yaitu 1,29 cm terhadap Pseudomonas aeruginosa, dan dari fermentasi garam yaitu 1 cm terhadap Staphylococcus aureus. Kandungan gizi sauerkraut terbaik diperoleh dari fermentasi L. plantarum, yaitu kadar protein 1,63 g; lemak 0,22 g dan karbohidrat 5,34 g. Sauerkraut yang difermentasi dengan kultur campuran serta yang menggunakan L. mesenteroides saja lebih disukai dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa produk fermentasi memiliki cita rasa yang khas yang lebih disukai dan mengalami peningkatan kandungan gizi. Selain itu kubis yang difermentasi dapat menghambat P. aeruginosa dan S. aureus yang merupakan bakteri patogen.

FERMENTASI AMPAS TEBU UNTUK PAKAN TERNAK

Ampas tebu merupakan Iimbah pabrik gula yang banyak ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sangat mengganggu apabila tidak dimanfaatkan. Saat ini belum banyak peternak menggunakan ampas tebu tersebut untuk bahan pakan ternak, hal ini mungkin karena ampas tebu mentiliki serat kasar dengan kandungan lignin sangat tinggi ( 19.7%) dengan kadar protein kasar rendah (28%). namun limbah ini sangat potensi scbagai bahan pakan ternak. Melalui fermentasi menggunakan probiotik, kualitas dan tingkat kecernaan ampas tebu akan diperbaiki sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan. Tahapan fermentasi ampas tebu sama dengan fermentasi jerami. namun perlu ditambahkan beberapa bahan unutuk melengkapi kebutuhan mineral yang diperlukan dalam bahan pakan tersebut.

Bahan
Ampas Tebu Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk ZA Probiotik

Alat
Pengaduk, Cangkul

Cara Pembuatan

Lathan dan dosis yang perlu dicampurkan untuk fermentasi ampas tebu antara lain :

Setiap 10 ton ampas tebu. Diperlukan 10 kg probiotik Starbio ,a 10 kg pupuk Urea, 2 kg pupuk TSP atau SP36, 2 kg pupuk ZA Seperti halnya pada jerami padi. Urea diperlukan untuk meningkatkan kadar protein ampas tebu Starbio dengan kandungan mikrobanya diperlukan untuk mengurai lignin dan selulosa serat kasar schingga memiliki kecernaan yang memenuhi syarat untuk ternak. Pupuk TSP atau SP36 sebagai sumber phosphor.Pupuk ZA sebagai sumber Sulfur. Nitrogen diperlukan untuk menstimulir mikroba pengurai pada starbio sehingga menjadi lebih aktif.

Optimasi Proses Produksi Lovastatin Melalui Fermentasi Substrat Padat: DIP 2004

Penentuan umur inokulum yang digunakan serta pemilihan sumber karbon yang tepat merupakan dua faktor yang memiliki pengaruh sangat nyata pada proses fermentasi, khususnya pada skala pilot atau produksi. Dalam usaha untuk melakukan optimasi proses fermentasi, dalam penelitian ini telah dipelajari pengaruh kedua faktor tersebut terhadap kandungan lovastatin dari tepung monascus. Dengan memvariasikan umur inokulum antara 5 sampai 9 hari, terlihat bahwa inokulum umur 5 hari memberikan kandungan lovastatin lebih tinggi dibanding kedua umur inokulum lainnya. Sementara dengan membandingkan penggunaan beras sebagai sumber karbon dengan jagung dan kedele, kandungan lovastatin dengan menggunakan beras (2,02%) lebih baik dibandingkan dengan menggunakan jagung (1,87%), sementara dengan kedelai sebagai sumber karbon perlu dilakukan dengan metode penyiapan bahan baku yang berbeda. Tepung monascus yang dihasilkan cukup stabil terhadap pemanasan. Ekstraksi dengan pelarut kloroform dengan rasio bahan terhadap pelarut 1:30 mampu memberikan ekstrak dengan kadar lovastatin 33,22% dan dengan rasio 1:40 kadar lovastatin yang dihasilkan adalah 34,08%. Sementara dengan menggunakan pelarut etanol 75% kadar lovastatin tertinggi (23%) diperoleh dengan rasio bahan terhadap pelarut 1:40. Namun demikian, dalam penggunaan untuk formulasi, ekstrak yang dihasilkan dengan menggunakan pelarut etanol 75% terlihat lebih baik dan diyakini lebih aman. Formula granul effervescent dengan menggunakan ekstrak etanol 75% bisa memenuhi persyaratan sesuai yang tercantum dalam British Pharmacopeia.

PEMBUATAN DAN PENGOLAHAN BIJI-BIJIAN DENGAN TEKNIK FERMENTASI SERTA DIVERSIFIKASIKAN PRODUKNYA

Aktifitas kegiatan pada program pangan antara lain proses pangan (Food Processing) dengan dasar teknologi fermentasi dan bioteknologi pangan dilakukan kegiatan antara lain diversifikasi olahan pangan berbasis tempe dan kacang- kacangan lainnya, antara lain pembuatan inokulum tempe dengan aktifitas protease tinggi, ice cream tempe, susu tempe, yogurt tempe, pasta tempe dan produk lainnya dengan menggunakan bahan baku kacang-kacangan lainnya.

Produk yang dihasilkan merupakan produk yang bergizi, murah dan baik untuk kesehatan karena produk tersebut berasal dari pangan nabati (kedele) Yang mengandung senyawa bioaktif isoflavon dan mengandung asam lemak jenuh nabati lebih rendah dibandingkan asam lemak jenuh hewani dan bermanfaat bagi golongan vegetarian dan orang yang diet kolesterol.

ANEKA PRODUK

  • Susu Tempe
  • Ice Cream Tempe
  • Pasta Tempe
  • Yogurth Tempe
  • Inoulum Kecap
  • Kaldu Nabati

PELUANG BISNIS

  • Pengguna:
    Untuk Produk -produk pangan di atas diharapkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dapat mengkonsumsinya mengingat kandungan nutrisi yang tinggi, mengandung senyawa aktif yang berfungsi untuk kesehatan, yang aman untuk dikonsumsi dan relatif murah (dapat terjangkau).
  • Prosedur Produk/Teknologi yang Sejenis:

Teknologi yang digujakan untuk menghasilkan produk - produk pangan seperti di atas yaitu dengan proses fermentasi.

Susu,Yogurth, Ice cream dan Pasta tempe

Untuk pembuatan susu dan ice cream tempe terlebih dahulu dilakukan proses fermentasi padat dengan menggunakn substrat kedele dan inokulum hasil penelitian 2001 yaitu inokulum dengan aktifitas protease lebih tinggi dibandingkan inokulum pasar. Hasil fermentasi padat yang berupa tempe selanjutnya diproses dengan teknologi pangan pada umumnya antara lain granding, blenching, freeze drying dsb untuk mendapatkan produk dengan kualitas yang diinginkan. Terakhir dilakukan pembuatan end product dengan melakukan berbagai formulasi.


INOKULUM KECAP DAN KECAP

Pada kegiatan pembuatan kecap ini telah diproleh inokulum kecap dengan aktifitas protease dan amylase tinggi yang siap untuk digunakan pada pembuatan kecap. Teknologi yang digunakan yaitu fermentasi padat dan fermentasi garam. Fermentasi padat yang digunakan yaitu pada proses pembuatan koji dengan bahan baku kedele dan dilanjtukan dengan fermentasi garam (baceman kedele) yaitu fermentasi dalam larutan garam dengan subtrat koji kedele.

Uji Manfaat dan Makanan Hasil Fermentasi Sari Pisang

Pisang busuk umumnya mengeluarkan cairan yang banyak mengandung glukosa, karena aktivitas enzim pektolitik amilase. Glukosa mudah dimanfaatkan oleh mikroorganisme, diantaranya adalah khamir Rhodotorula glutinis. Khamir ini menghasilkan asam lemak linoleat dan linolenat, senyawa ergosterol (pro-vitamin D3), dan pigmen karotenoida.

Tujuan penelitian ini untuk menguji keamanan produk fermentasi sari pisang dengan khamir Rhodotorula glutinis pada hewan percobaan, kemudian menguji daya terimanya. Jenis pisang yang digunakan adalah semua jenis pisang. Biakan khamir Rhodotorula glutinis yang digunakan pada proses fermentasi adalah dalam bentuk suspensi sel khamir. Komposisi medium yang dicoba pada fermentasi ada 5 jenis medium yang berbeda komposisinya untuk memperoleh produk fermentasi yang optimal.

Hasil fermentasi diuji keamanannya pada tikus putih. Selain sari pisang hasil fermentasi, juga diuji sari pisang utuh, medium sari pisang optimal tanpa fermentasi, dan inokullum khamir Rhodotorula glutinis. Pengujian dilakukan selama satu bulan. Setelah diketahui dari hasil hewan percobaan bahwa produk ferementasi sari pisang tidak ditemukan efek negatif, kemudian dilakukan uji penerimaan. Makanan yang diuji adalah dalam bentuk minuman, diuji oleh 30 panelis di Puslitbang Gizi, meliputi rasa, aroma, warna, dan kesan di mulut, serta nilai total penerimaan, ingkat kesukaan dalam bentuk nilai.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tikus memperlihatkan perbedaan kanaikan berat badan yang nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol. Demikian juga dengan berat organ. Perbedaan kenaikkan berat badan ini tampaknya berhubungan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi, tetapi perbedaan ini tidak nyata. Sedangkan hasil pengamatan terhadap perkembangan fisik, tidak diketemukan kelainan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil uji penerimaan menunjukkan total penerimaan sari pisang hasil fermentasi terbanyak pada tingkat agak suka (40%), 26,7% sangat suka, 20% suka, 6,7% biasa saja, 6,7% tidak suka, dan 0% sangat tidak suka.

Dari hasil di atas dapat disimpulkan, produk fermentasi sari pisang menggunakan khamir Rhodotorula glutinis secara umum tidak memperlihatkan efek negatif, kecuali penurunan berat badan. Disarankan untuk dilakukan uji toksisitas secara mendalam.

Kultur Campuran dan Faktor Lingkungan Mikroorganisme yang Berperan dalam Fermentasi “Tea-Cider”

Teh merupakan hasil pertanian yang mengandung senyawa berkhasiat, terutama dalam bidang kesehatan. Penelitian mengenai fermentasi “Tea-cider” telah dilakukan dengan metode kultur curah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kultur campuran mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses tersebut, menentukan kondisi optimum fermentasi dan menguji kemampuan produk fermentasi dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Penelitian dilakukan dalam dua tahap, pertama isolasi mikroorganisme yang terdapat dalam bibit “Tea-cider” dan kedua, tahap produksi “Tea-cider” dengan menggunakan inokulum berupa kultur campuran isolat murni hasil isolasi dan cairan “Tea-cider”. Optimasi proses fermentasi dilakukan terhadap perbandingan inokulum, yaitu antara kultur campuran isolat murni hasil isolasi pada variasi perbandingan jumlah sel awal B : K1 : K2 = 1 : 1 : 1, 3 : 1 : 1 dan 5 : 1 : 1, dengan inokulum pada variasi 5%, 10%, dan 15% (v/v). Optimasi suhu dengan variasi 250C, 280C, 300C, dan 350C, pH awal medium dengan variasi 4, 5, dan 6, kadar gula awal dengan variasi 5%, 10%, dan 15% (b/v). Analisis terhadap pH, kadar asam, kadar gula, dan kadar alkohol dilakukan selama 14 hari fermentasi dengan interval 48 jam. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik terhadap produk fermentasi serta uji antimikroba dengan metode difusi agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultur campuran mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi “Tea-cider” terdiri dari dua jenis khamir, yaitu Schizosaccharomyces pombe (K1) dan Brettanomyces sp (K2) dan satu jenis bakteri asam asetat, yaitu Acetobacter xylinum (B). Kondisi optimum untuk fermentasi “Tea-cider” diperoleh dengan inokulum kultur campuran isolat murni hasil isolasi dengan perbandingan B : K1 : K2 adalah 5 : 1 : 1 dan inokulum 10% (v/v), suhu inkubasi optimum 300C, pH awal medium 5, dan kadar gula awal 10% (b/v). “Tea-cider” mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen, yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Produk fermentasi “Tea-cider” juga memiliki cita rasa yang disukai.

Dadih / dadiah, Susu Kerbau Fermentasi Mampu Menurunkan Kolesterol

Aneka produk olahan susu fermentasi saat ini populer sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Produk olahan susu fermentasi yang banyak dikonsumsi dan beredar luas di masyarakat misalnya yakult, yogurt dan keffir. Sebenarnya dikalangan masyarakat produk olahan susu fermentasi sudah lama dikenal. Masyarakat Sumatera Barat sudah lama mengenal dan mengkonsumsi produk susu kerbau fermentasi yang disebut dadih/dadiah.

Dadih merupakan pangan tradisional masyarakat Sumatera Barat. Dikalangan masyarakat perdesaan dadih seringkali dikonsumsi secara langsung atau sebagai lauk pauk pendamping nasi. Sebagai makanan tradisional dadih sudah dikonsumsi sejak lama oleh masyarakat daerah ini.

Pembuatan Dadih

Dadih terbuat dari fermentasi susu kerbau. Teknologi pembuatannya sangat sederhana. Setelah diperah, susu kerbau langsung dimasukkan ke dalam sepotong ruas bambu segar dan ditutup dengan daun pisang. Selanjutnya didiamkan atau difermentasi secara alami dalam suhu ruang selama satu sampai dua hari sampai terbentuknya gumpalan. Dalam waktu 24 jam, mikrobia dari bambu akan menggumpalkan susu menjadi semacam puding atau tahu putih kekuning-kuningan, kental dan beraroma khas (kombinasi aroma susu dan bambu). Setelah proses fermentasi selesai, dadih dapat langsung dimakan.

Yudoamijoyo ddk. (1983) menyebutkan dadih mengandung zat gizi sebagai berikut: kadar air (84,35%), protein (5,93%), lemak (5,42%), karbohidrat (3,34%). Kadar keasaman (pH) dadih adalah 3,4. Di dalam dadih sudah berhasil diisolasi dan didentifikasi 36 strain bakteri pembentuk asam laktat.

Manfaat Dadih

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa dadih mengandung bakteri asam laktat (BAL) yang potensial sebagai probiotik. Di dalam dadih terdapat bakteri asam laktat (salah satu jenis bakteri probiotik) yang berperan dalam pembentukan tekstur dan cita rasa. Bakteri asam laktat dan produk turunannya mampu mencegah timbulnya berbagai penyakit seperti mencegah enterik bakteri patogen, menurunkan kadar kolesterol di dalam darah, mencegah kanker usus, anti mutagen, anti karsinogenik dan meningkatkan daya tahan tubuh (Suryono, 2003). Selain itu, dadih diduga efektif sebagai antivaginitis (Suryono, 1996).

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Eni Harmayani dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM berhasil melakukan isolasi bakteri asam laktat (BAL) dari dadih. Bakteri tersebut dinamakan Lactobacillus sp. Dad 13. Selanjutnya berdasarkan uji invitro dan in vivo ternyata BAL dari dadih terbukti ampuh menurunkan kolesterol.

Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa dadih efektif menurunkan kolesterol 39,8% pada hewan coba yang diberi pakan tanpa kolesterol dan 13,4% pada hewan yang diberi pakan tinggi kolesterol. Sedangkan pemberian susu fermentasi oleh probiotik dari dadih yang dipasteurisasi dan disterilisasi mampu menurunkan kolesterol sebanyak 42-45% pada pakan tinggi kolesterol dan 50-53% pada pakan tanpa kolesterol (www.ugm.ac.id).

Hasil penelitian tersebut tentu menjadi kabar baik bagi penderita penyakit jantung koroner dan orang yang memiliki kandungan kolesterol dalam darah yang tinggi. Artinya, dadih potensial sebagai pengendali kolesterol. Tidak hanya berhenti sampai disana, Dr. Eni Harmayani terus melakukan penelitian inovatif untuk membuat tablet effervescent yang berisi dadih. Sehingga dadih dapat disimpan dalam waktu yang lama, mudah dibawa kemana-mana dan lebih praktis. Bila diperlukan, konsumen tinggal memasukkan tablet ke dalam segelas air matang dan segera meminumnya. Konsumsi dadih secara langsung tidak menimbulkan diare atau keracunan. Diduga asam laktat yang terdapat di dalam dadih mampu mengalahkan bakteri jahat yang terdapat di dalam susu. Bakteri probiotik di dalam dadih mampu bertahan di dalam saluran pencernaan manusia.

Namun sayang, meski dadih merupakan produk lokal dalam negeri sendiri, namun riset tentang bakteri asam laktat di dalam dadih sangat intensif dilakukan para peneliti Jepang. Sekarang ini di Jepang telah dipasarkan yoghurt yang mengandung bakteri baik asal dadih yang memiliki merek dagang Dadihi. Padahal selain dadih, susu kerbau fermentasi sudah dikenal oleh masyarakat di beberapa daerah lain. Di Aceh, susu kerbau dibuat menjadi mentega dan minyak samin, sedangkan di Sumatera Utara, susu kerbau fermentasi disebut dali.

Dengan semakin banyaknya penelitian inovatif dalam bidang pengolahan susu kerbau fermentasi dapat diharapkan susu kerbau menjadi salah satu alternatif sumber protein hewani yang tersedia secara murah di perdesaan sehingga kasus gizi buruk (malnutrisi) yang merebak di beberapa daerah belakangan ini dapat dicegah.

Selain itu, diversifikasi bahan pangan hewani berbasis susu kerbau di harapkan dapat menutupi kekurangan produksi susu (asal sapi dan kambing) di dalam negeri dan mengurangi impor susu dari negara lain yang menguras devisa negara. Bila produk olahan susu kerbau dapat dikembangkan maka diharapkan pula usaha peternakan kerbau perah dapat semakin bergairah. Jujur diakui bahwa selama ini ternak kerbau tidak mendapatkan perhatian yang layak dari penentu kebijakan, padahal ternak kerbau merupakan ternak tropis yang mampu beradaptasi dengan iklim tropis Indonesia, berperan penting sebagai ternak kerja, sumber daging dan alat transportasi di perdesaan.

Ampas Tahu Tingkatkan Produksi Broiler

Poultryindonesia.com, Riset. Keberadaan ampas tahu di tanah air cukup melimpah, murah dan mudah didapat. Produk sampingan pabrik tahu ini apabila telah mengalami fermentasi dapat meningkatkan kualitas pakan dan memacu pertumbuhan ayam pedaging.

Delapan puluh persen bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum ayam pedaging adalah berasal dari impor, kondisi ini mengakibatkan pakan untuk ayam pedaging menjadi mahal. Hal ini telah mendorong ahli nutrisi dan formulasi pakan untuk menemukan bahan pakan yang tersedia dalam jumlah banyak, murah dan mudah didapat. Salah satunya yang telah banyak digunakan adalah ampas tahu. Produk sampingan pabrik ampas tahu ini telah digunakan sebagai pakan babi, sapi bahkan ayam pedaging. Namun karena kandungan air dan serat kasarnya yang tinggi, maka penggunaannya menjadi terbatas dan belum memberikan hasil yang baik. Guna

mengatasi tingginya kadar air dan serat kasar pada ampas tahu maka dilakukan fermentasi. Proses fermentasi dengan menggunakan ragi yang mengandung kapang Rhizopus oligosporus dan R oryzae.

Proses fermentasi akan menyederhanakan partikel bahan pakan, sehingga akan meningkatkan nilai gizinya. Bahan pakan yang telah mengalami fermentasi akan lebih baik kualitasnya dari bahan bakunya. Fermentasi ampas tahu dengan ragi akan mengubah protein menjadi asam-asam amino, dan secara tidak langsung akan menurunkan kadar serat kasar ampas tahu.

Berdasar atas fakta tersebut, L. D. Mahfudz, E. Suprijatna dan W. Sarengat dari Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro melakukan riset untuk mangkaji ampas tahu fermentasi sebagai bahan pakan serta menganalisa pengaruhnya sebagai bahan penyusun ransum ayam pedaging. Riset yang dilakukan menggunakan 60 ekor anak ayam pedaging strain Arbor acres umur 1 minggu “unsex” dengan berat badan rata-rata 120,08±15,58 g. Ampas tahu sebelum dipakai sebagai bahan penyusun ransum difermentasi dengan ragi yang mengandung kapang Rhyzopus oligosporus dan R. oryzae. Ransum penelitian disusun dengan bahan dasar jagung kuning giling, dedak halus, bungkil kedelai, tepung ikan dan top- mix serta berbagai level tepung ampas tahu fermentasi. Ransum disusun dengan kandungan protein dan energi yang sama (iso protein dan iso energi). Ransum periode awal mengandung protein 22% dan energi metabolis 2.900 kkal/kg, sedang ransum periode akhir mengandung protein 20% dan energi metabolis 3.000 kkal/kg.

Perlakuan yang diterapkan, adalah level ampas tahu fermentasi sebagai berikut: T0, T1, T2 dan T3 masing-masing adalah 0%, 10%, 15% dan 20% tepung ampas tahu fermentasi. Parameter yang diamati meliputi: konsumsi pakan, pertambahan berat badan, rasio konversi pakan, berat badan akhir dan persentase

karkas. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 4 perlakuan dengan masing-masing 5 ulangan dan setiap unit percobaan terdiri dari 3 ekor ayam pedaging. Analisa kandungan ampas tahu fermentasi, memiliki protein kasar 21,66%, lemak kasar 2,73%, serat kasar 20,26%, Ca 1,09%, P 0,88%, dengan energi metabolis sebesar 2.830 kkal/ kg. Selain itu, kandungan asam amino lisin dan methionin serta vitamin B komplek yang cukup tinggi juga terdapat di dalamnya. Hasil riset disajikan pada tabel, secara nyata memperlihatkan adanya peningkatan konsumsi pakan, pertambahan berat badan, berat badan akhir dan berat karkas, seiring dengan meningkatnya level ampas tahu dalam pakan. Namun persentase karkas secara nyata tidak berbeda, sedangkan konversi pakan secara nyata lebih baik dengan pemberian ampas tahu fermentasi. Dari hasil riset ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan ampas tahu fermentasi akan meningkatkan kualitas pakan dan memacu pertumbuhan ayam pedaging.

PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABEL DARI KULIT PISANG

Asam laktat dapat dibuat melalui proses fermentasi pati maupun glukosa dengan menggunakan bantuan bakteri maupun jamur. Proses fermentasi dapat dibagi menjadi dua yaitu homofermentatif maupun heterofermentatif. Homofermentatif hanya menghasilkan produk utama asam laktat, sedangkan heterofermentatif menghasilkan produk utama asam laktat dan produk samping asam asetat dan karbon dioksida. Proses fermentasi asam laktat dengan menggunakan Lactobacillus plantarum mengacu pada proses fermentasi homofermentatif . L. plantarum sangat cocok digunakan dalam proses fermentasi asam laktat dengan bahan dasar pati yang berasal dari tanaman. Pada penelitian ini kulit pisang digunakan sebagai substrat pada pembuatan asam laktat karena kulit pisang masih memiliki kandungan pati sekitar 18% .

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pH awal fermentasi, ekstrak substrat dan waktu fermentasi terhadap perolehan asam laktat dan sisa gula reduksi dari kulit pisang dengan bantuan Lactobacillus plantarum. Selain itu juga bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik pembuatan asam laktat dari kulit pisang dengan bantuan L plantarum.

Fermentasi kulit pisang menjadi asam laktat dilakukan dengan menggunakan metode fermentasi substrat cair. Penelitian ini terbagi dalam tiga tahap yaitu: pembuatan media fermentasi, proses fermentasi asam laktat dan pemurnian larutan asam laktat yang telah diperoleh dengan cara adsorpsi menggunakan resin. Variabel yang dipelajari adalah pH awal fermentasi, banyaknya kulit pisang yang diekstrak dalam volume air tertentu serta lamanya waktu fermentasi. Hasil fermentasi dianalisa kadar sisa gula reduksi sedangkan larutan hasil fermentasi yang sudah dimurnikan dengan cara melewatkan kolom resin Amberlite IRA – 400, dianalisa kadar asam laktatnya dengan cara titrasi menggunakan larutan NaOH.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pH awal fermentasi, ekstrak substrat kulit pisang dan waktu fermentasi mempengaruhi kadar asam laktat. Kadar asam laktat terbanyak diperoleh pada kondisi pH awal fermentasi 5, ekstrak substrat 1000 g kulit pisang/L selama 18 hari Fermentasi.

Beda Yoghurt dan Minuman Lactobacillus

Minuman lactobacillus yang banyak dijual di pasaran dan yoghurt ternyata punya perbedaan. Menurut Carmen, dalam proses pembuatannya, minuman lactobacillus hanya menggunakan satu bakteri yaitu Lactobacillus bulgaricus. Sedangkan prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua macam bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan pada pembentukan cita rasa yoghurt.

Asal Mula Yoghurt

Yoghurt sebenarnya sudah lama dikenal sebagai minuman tradisional masyarakat daerah Balkan dan Timur Tengah. Namun manfaat yoghurt bagi kesehatan baru mulai populer ketika tahun 1908 seorang peneliti bernama E. Metchnikoff membuat hipotesis yang mengatakan bahwa ada hubungan erat antara umur panjang masyarakat pegunungan di Bulgaria dengan kebiasaan mereka mengonsumsi susu fermentasi.

Kendati data empiris yang ada masih terbatas, hipotesis tersebut dianggap menarik untuk dikaji dan diungkap lebih lanjut. Metchnikoff sendiri akhirnya mendapat penghargaan Nobel dan sejak saat itu produk susu fermentasi terus dikembangkan dan diteliti. Di beberapa negara yoghurt dikenal dengan nama berbeda-beda. Semisal Jugurt (Turki), Zabady (Mesir, Sudan), Dahee (India), Cieddu (Italia), dan Filmjolk (Skandinavia).

Mengenal Proses Pembuatan Yoghurt

Selain dibuat dari susu segar, yoghurt juga dapat dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu tergantung pada kekentalan produk yang diinginkan. Selain dari susu hewani, belakangan yoghurt juga dapat dibuat dari campuran susu skim dengan susu nabati (susu kacang-kacangan). Sebagai contoh, yoghurt dapat dibuat dari kacang kedelai yang sangat populer dengan sebutan "soyghurt". Yoghurt juga dapat dibuat dari santan kelapa yang disebut dengan "miyoghurt".

Saat ini di pasaran dijumpai berbagai jenis yoghurt. Antara lain yoghurt pasteurisasi atau yoghurt yang setelah masa inkubasi selesai dipasteurisasi untuk mematikan bakteri dan memperpanjang usia simpannya. Kedua, yoghurt beku yakni yoghurt yang disimpan pada suhu beku serta dietetik yoghurt, yaitu yoghurt rendah kalori dan rendah laktosa ataupun yang ditambahkan vitamin dan protein. Jenis berikut adalah yoghurt konsentrat yang memiliki total padatan sekitar 24 persen.

Berdasarkan kadar lemaknya, yoghurt dapat dibedakan atas yoghurt berlemak penuh (kadar lemak lebih dari 3%), yoghurt setengah berlemak yang berkadar lemak antara 0,5-3,0% maupun yoghurt berlemak rendah dengan lemak kurang dari 0,5%. Perbedaan kadar lemak tersebut dihitung berdasarkan jenis susu dan campuran bahan yang digunakan dalam proses pembuatannya.

Keampuhan tersebut dikarenakan yoghurt mengandung bakteri "baik" seperti Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus yang dapat memperbaiki keseimbangan flora di saluran cerna. Jika sejak dini si kecil sudah dibiasakan mengonsumsi yoghurt sehari sekali sebanyak 200 cc, maka keseimbangan saluran cernanya akan terjaga. Dampak menguntungkannya, kuman-kuman penyebab berbagai penyakit seperti tipus dan muntaber tidak akan bisa tumbuh.

Menurut beberapa ahli, yoghurt sebagai makanan variasi mulai bisa dikonsumsi bayi selepas ASI eksklusif, yakni sekitar usia 6 bulan. Tentu saja yoghurt buat bayi bukan sembarang yoghurt, lo. Melainkan yoghurt yang mengandung Bifidobacterium sp. yang menghasilkan asam laktat tipe L (+). Sedangkan asam laktat tipe D (-) yang mengalami metabolisme lebih lambat tidak cocok bagi bayi. Setelah usia setahun barulah anak dapat mengonsumsi semua jenis yoghurt dan menikmati manfaatnya sebagai sumber protein, kalsium, dan fosfor tinggi.

Berikut beberapa manfaat yoghurt yang diuraikan dr. Carmen. M. Siagian, MS, Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.

* Membantu penderita lactose intolerance

Jika si kecil selalu diare setiap kali minum susu, bisa jadi ia menderita lactoce intolerence. Penyebabnya adalah defisiensi/kekurangan enzim pencerna laktosa. Sehingga setiap kali minum susu, butiran laktosanya akan tertinggal di permukaan lubang usus halus dan menyerap air dari sekitarnya yang kemudian memunculkan diare.

Dalam yoghurt, laktosa susunya sudah dipecah oleh bakteri "baik" Lactobacillus bulgaricus melalui proses fermentasi, hingga mudah diserap tubuh. Itulah mengapa yoghurt amat disarankan sebagai pengganti susu bagi anak yang tidak mampu mencerna laktosa dengan baik. Dengan minum yoghurt, si anak tidak akan diare.

* Degradasi kolesterol

Penelitian pada beberapa orang yang mengonsumsi yoghurt secara teratur dalam jumlah dan waktu tertentu ternyata menunjukkan jumlah kolesterol dalam serum darahnya menurun. Mekanisme penurunan kolesterol ini bisa terjadi karena bakteri asam laktat yang ada dalam yoghurt dapat mendegradasi kolesterol menjadi coprostanol. Coprostanol ini merupakan zat yang tak dapat diserap oleh usus. Berkat yoghurt, coprostanol dan sisa kolesterol dikeluarkan bersama-sama tinja. Dengan kata lain, jumlah kolesterol yang diserap tubuh pun jadi rendah. Sebuah laporan mengenai hal ini memaparkan bahwa penurunan kolesterol oleh bakteri Lactobacillus dapat mencapai kisaran 27-38 persen.

* Menghambat patogen

Flora usus pengonsumsi yoghurt terbukti sulit ditumbuhi kuman-kuman patogen atau kuman yang dapat menyebabkan penyakit. Dengan terhambatnya pertumbuhan sekaligus matinya mikrobia patogen dalam lambung dan usus halus bisa menghindari munculnya berbagai penyakit akibat infeksi atau intoksikasi mikrobia. Dengan kata lain, mengonsumsi yoghurt secara teratur dapat membantu menjaga kesehatan saluran pencernaan.

Dari suatu penelitian dilaporkan bahwa Lactobacillus casei yang digunakan dalam pembuatan yoghurt campuran susu skim dan susu kedelai, terbukti mampu membunuh bakteri E. coli. Bakteri ini merupakan kuman yang terdapat saluran cerna. Meski dalam jumlah kecil, bakteri ini sebetulnya tidak menimbulkan penyakit, namun bila berlebihan tentu dapat memunculkan dampak tak sehat. Sementara dengan adanya Lactobacillus casei, bakteri E coli tidak bisa hidup karena Lactobacillus casei yang merupakan bakteri "baik" menghasilkan suatu zat yang dapat menghambat racun yang diproduksi E coli.

* Menetralisir antibiotik

Mengonsumsi antibiotik secara oral akan mengakibatkan keseimbangan flora di saluran cerna pasien jadi terganggu. Kendati antibiotik memang berfungsi mematikan kuman, namun ia tidak pandang bulu mana kuman yang perlu dibunuh dan mana yang sebetulnya tidak perlu dimusnahkan. Bukankah sebenarnya ada kuman yang harus berada di saluran cerna guna menjaga keseimbangan flora usus? Nah, yoghurt dapat menetralisir efek samping antibiotik ini.

* Antikanker saluran cerna

Kanker saluran cerna banyak terjadi di usus besar. Penyebabnya antara lain terjadinya ketidakseimbangan di saluran cerna, hingga menghasilkan penumpukan berbagai zat yang seharusnya terbuang. Bakteri-bakteri yang berperan dalam yoghurt dapat mengubah zat-zat prekarsinogenik (zat-zat pemicu kanker) yang ada dalam saluran pencernaan, hingga mampu menghambat terjadinya kanker.

* Mencegah jantung koroner

Seperti telah kita ketahui, ke dalam yoghurt sudah dimasukkan bakteri "baik" yang tidak menimbulkan penyakit, yakni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus. Nah, bakteri itulah yang kemudian diberi media berupa susu. Selama proses fermentasi susu dalam pembuatan yoghurt, bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus akan tumbuh dan menjadi besar.

Saat itulah kedua jenis bakteri tersebut akan meningkatkan mutu protein yang terkandung dalam asam amino susu. Semisal histidin yang baik bagi pertumbuhan anak. Selain itu, dalam proses fermentasi, kedua jenis bakteri tersebut akan menghasilkan asam folat dan vitamin B kompleks. Berbagai penelitian mengungkap bahwa kedua vitamin ini berguna mencegah munculnya penyakit jantung koroner.

PENGARUH KONSENTRASI ENZIM PAPAIN DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP KUALITAS KEJU COTTAGE

Keju cottage merupakan keju lunak tanpa pematangan yang dibuat dari susu atau skim dengan penambahan kultur bakteri asam laktat dan penambahan enzim renet untuk koagulasinya. Enzim renet yang digunakan dalam proses pembuatan keju sangat mahal dan tersedia dalam jumlah yang terbatas, sehingga perlu adanya pengganti enzim renet. Salah satu enzim yang dapat digunakan sebagai pengganti enzim renet adalah papain dari pepaya (Carica papaya). Telah dilakukan penelitian konsentrasi enzim papain (320ppm, 520 ppm, 720 ppm) dan suhu fermentasi (350C, 450C, 550C) terhadap kadar protein, kadar asam laktat, pH, kadar air, kadar laktosa, jumlah bakteri dan uji organoleptik keju cottage. Dari hasil penelitian didapat hasil bahwa pada konsentrasi enzim papain 520 ppm dan suhu fermentasi 450C keju cottage tersebut telah memenuhi standar.


Keju sebagai produk dengan bahan dasar susu, merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewan. Hampir semua keju yang dipasarkan di negara kita adalah keju keras, yaitu keju yang memerlukan tahap pematangan lebih lama sehingga biaya produksi lebih tinggi. Keju cottage dengan metode setting pendek, merupakan salah satu alternatif dalam penurunan biaya produksi. Saat ini biaya produksi keju sangat tinggi, karena enzim renet yang digunakan dalam proses pembuatan keju sangat mahal dan tersedia dalam jumlah yang terbatas (Sardinas, 1972; Sardjoko, 1991).

Industri keju sebenarnya dapat berpaling pada enzim penggumpal yang lain seperti fisin dari getah ficus, papain dari pepaya, dan enzim bromelin dari nanas (Winarno, 1986).

Enzim papain sebagai salah satu pengganti enzim renet mempunyai beberapa kelebihan antara lain lebih mudah didapat, tersedia dalam jumlah banyak, lebih tahan terhadap kondisi asam dan kondisi basa, suhu tinggi serta harganya murah (Sirait dalam Anonymous, 1991).

Enzim papain sebagai protease sulfhidril dapat diaktifkan oleh zat-zat pereduksi dan menjadi tidak aktif jika terdapat zat pengoksidasi. Burges dan Shaw dalam Godfrey dan Reichet (1986) menyatakan bahwa enzim papain memutus ikatan peptida pada residu asparagin-glutamin, glutamat-alanin, leusin-valin dan penilalanintirosin. Enzim tersebut akan bekerja secara optimal tergantung dari konsentrasi yang diberikan. Dalam proses pembutan keju, suhu berperan dalam menetukan lamanya proses dan mempengaruhi jenis keju yang terbentuk sehingga termasuk keju lunak atau keju keras (Radiati, 1990).

Berdasarkan hal tersebut ingin dikaji mengenai penggunaan enzim papain dan suhu fermentasi dalam pembuatan keju cottage, dengan tujuan untuk mengetahui kadar enzim papain dan suhu fermentasi yang tepat dalam pembuatan keju cottage.

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dasar pertimbangan penggunaan enzim renet dalam rangka menekan biaya produksi keju.

Starter yang digunakan adalah stater ganda berupa biakan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus thermophillus dari media NA dan MRS yang berumur 24 jam masing-masing diambil sebanyak 50 sel/ml (3 ose) untuk diinokulasikan ke dalam 250 ml skim cair steril dan diinkubasi pada suhu 400C sampai fase eksponensial. Selanjutnya dibuat starter gabungan dengan perbandingan 1:1 dan diinkubasi bersama-sama pada suhu 400C selama 4 jam.

Pembuatan keju cottage dilakukan dengan metode setting pendek. Skim yang merupakan bahan dasar keju dipasteurisasi pada suhu 630C selama 30 menit, didinginkan sampai 400C sebagai suhu inkubasi, kemudian ditambah 4% (V/V) starter dan disimpan dalam inkubator dengan berbagai variasi suhu 350C, 450C dan 550C. Setelah pertumbuhan mencapai pH 5,6 ditambah enzim papain dengan kadar yang bervariasi (320 ppm, 520 ppm dan 720 ppm) selama 5-6 jam. Setelah keasaman tercapai sekitar 0,52% (pH 4,6-4,7) dilakukan pemasakan curd di water bath selama 1 jam , setelah itu whey dibuang. Setelah whey dibuang ditambahkan air dalam jumlah yang sama dengan curd sambil diaduk pelan-pelan selama 10 menit, kemudian airnya dibuang. Setelah pembuangan air ditambahkan garam NaCl 4% (w/w) dan terbentuklah keju.

Pengujian Skim dan Keju secara Kimia

Pengujian secara kimia diperlakukan pada skim sebagai bahan dasar dan keju cottage yang sudah terbentuk.

a. Kadar protein

Kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldal. Metode ini menggunakan unit destruksi Gerhardt Kjeldaterm. Presentase protein dihitung dengan rumus:

P = mL titrasi X normalitasH2SO4 X 14 X 6,38 x 100%

Berat sampel x 1000

(Sudarmadji et al., 1984)

P : kadar protein

14,00 : berat molekul nitrogen

6,38 : faktor konversi keju

b. Kadar Total Asam Laktat

Kadar asam laktat ditetapkan dengan cara Mann’s acid test. Kadar total asam laktat dihitung dengan rumus :

TA = Vol. NaOH yg dipakai X N NaOH X 0,09 x 100%

Berat sampel

(Sudamadji et al., 1984)

TA : total asam

0,09 : berat miliekivalen asam laktat


c. pH

Pengukuran pH sampel dilakukan dengan pH meter ( Apriantono, 1989).

d. Kadar Air

Kadar air ditentukan dengan cara pengeringan. Kadar air sampel dihitung dengan rumus:

M = a-b x100%

A

(Hadiwiyoto, 1994)

M : kadar air sampel

A : berat sampel awal

B : berat sampel setelah pengeringan

e. Kadar Laktosa

Kadar laktosa ditentukan dengan cara titrasi. Kadar laktosa dalam filtrat dihitung dengan rumus:

A= (Tb-Ts) x N x 0,171 x 100

5

(Sudarmadji, 1984)

A : laktosa (g/100ml filtrat)

Ts : titrasi sampel

Tb : titrasi blanko

N : normalitas Na2S2O3

5 : volume titrat yang dititrasi

0.171 : faktor Hammond

f. Uji Mikrobiologis

Uji mikrobiologis dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 5 gram yang dilarutkan dalam 45 mL aquades steril. Larutan selanjutnya diencerkan sampai 10-3, kemudian larutan tersebut dibiakkan secara pour plate pada media PCA dengan diinkubasi pada suhu 450C (Hadiwiyoto, 1994).

g. Penilaian Organoleptik

Penilaian secara organoleptik yang melibatkan 100 panelis (para konsumen yang sering makan keju) meliputi warna, tekstur dan rasa dilakukan dengan mengikuti prosedur Hedonic scale (Idris, 1984).

Perancangan pengontrol ierative larning control (ILC) untuk pertumbuhan Saccharommyces cerevisiae dalam proses fermentasi umpan curah

Proses fermentasi adalah sebuah proses yang sangat dikenal dalam sejarah manusia dalam memproduksi makanan seperti tempe, yoghurt, keju dan lain-lain. Sampai saat ini masih sedikit penelitian mengalam yang mencoba untuk mengontrol hasil fermentasi ini. Salah satu penyebab tidak berkembangnya pengontrolan untuk fermentasi karena proses ini memiliki karakteristik yang kompleks yang melibatkan banyak variabel proses, baik variabel fisis maupun variabel kimia
Sebuah pendekatan untuk memecahkan masalah ini adalah dengan Iterative Learning Control (ILC). ILC adalah sebuah teknik untuk memperbaiki unjuk kerja dan sistem atau proses yang dioperasikan balk dalam bentuk curate, umpan curate, atau kontinu. ILC akan sangat bermanfaat bila sistem yang dikontrol mengalami berbagai jenis input dan ketidakpastian rancangan atau model. ILC mempal,an disain pengontrol yang akan dapat menjamin pemenuhan sebuah trayektori yang diinginkan dengan akurasi yang dapat diterima.

Tesis ini bertujuan merancang pengontrol untuk proses umpan curate dalam menghasilkan pertumbuhan ragi (Saccharomyces cerevisiae) menggunakan metode ILC Metode ILC digunakan untuk mendapatkan pola laju aliran glukosa yang mampu menghasilkan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae seperti profil pertumbuhan yang ditentukan.

Secara khusus penelitian ini merancang pengontrol untuk proses fermentasi umpan curate dengan menggunakan dua metoda ILC yaitu Finite Horizon Learning Control (FHLC) dan NonLinear Learning Control (NLC. Perancangan FHLC mengasumsikan bahwa sistem yang ditinjau adalah limer dimana diperlukan suatu jems masukan fungsi tangga dengan tmgkat kenaikan yang lebih rapat untuk mendapatkan hasil yang cukup baik. Sebagai contoh untuk fungsi tangga dengan jumlah anak tangga 8 buah didapatkan kesalahan integrasi sebesar 0.05. Sedangkan pada NLC, pengujian dilakukan dengan tiga jenis laju aliran berbentuk sinusoida, tangga dan step. NLC membutuhkan 5 sampai dengan 8 iterasi belajar untuk sinusoida dengan kesalahan integrasi sebesar 0.0016 dan tangga dengan kesalahan integrasi sebesar 0.003, sedangkan untuk step membutuhkan sampai 20 iterasi dengan kesalahan integrasi sebesar 0.0111.

NATA DE SOYA

Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair yang asam dan mengandung gula. Nata dapat dibuat dari bahan baku air kelapa, dan limbah cair pengolahan tahu (whey tahu). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut dengan nata de coco, dan yang dari whey tahu disebut dengan nata de soya. Bentuk, warna, tekstur dan rasa kedua jenis nata tersebut tidak berbeda.

Pembuatan nata tidak sulit, dan biaya yang dibutuhkan juga tidak banyak. Usaha pembuatan nata ini merupakan alternatif usaha yang cukup menjanjikan (prospektif).

Fermentasi Nata dilakukan melalui tahap-tahap berikut:

- Pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum.

- Pembuatan starter.

- Fermentasi.

a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

Fermentasi nata memerlukan biakan murni Acetobacter xylinum. Biakan murni ini harus dipelihara sehingga dapat digunakan setiap saat diperlukan. Pemeliharan tersebut meliputi:

- Proses penyimpanan sehingga dalam jangka waktu yang cukup lama viabilitas (kemampuan hidup) mikroba tetap dapat dipertahankan, dan

- Penyegaran kembali mikroba yang telah disimpan sehingga terjadi pemulihan viabilitas dan mikroba dapat disiapkan sebagai inokulum fermentasi.

Penyimpanan

A.xylinum biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat dari media Hassid dan Barker yang dimodifikasi dengan komposisi sebagai berikut :

Glukosa (100 gram), ekstrak khamir (2,5 gram), K2HPO4 (5 gram), (NH4)2SO4 (0,6 gram), MgSO4 (0,2 gram), agar (18 gram) dan air kelapa (1 liter). Pada agar miring dengan suhu penyimpanan 4-7°C, mikroba ini dapat disimpan selama 3-4 minggu.

Penyegaran

Setiap 3 atau 4 minggu, biakan A. xylinum harus dipindahkan kembali pada

agar miring baru. Setelah 3 kali penyegaran, kemurnian biakan harus diuji dengan melakukan isolasi biakan pada agar cawan. Adanya koloni asing pada permukaan cawan menunjukkan bahwa kontaminasi telah terjadi. Biakan pada agar miring yang telah terkontaminasi, harus diisolasi dan dimurnikan kembali sebelum disegarkan.

b) Pembuatan Starter.

Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat dan fermentasi segera terjadi. Media starter biasanya identik dengan media fermentasi. Media ini diinokulasi dengan biakan murni dari agar miring yang masih segar (umur 6 hari). Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan tumbuh mikroba membentuk lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebut dengan nata. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm. Starter yang telah berumur 9 hari (dihitung setelah diinokulasi dengan biakan murni) tidak dianjurkan digunakan lagi karena kondisi fisiologis mikroba tidak optimum bagi fermentasi, dan tingkat kontaminasi mungkin sudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan dengan volume media fermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari 5% volume media yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaian starter yang terlalu banyak tidak dianjurkan karena tidak ekonomis.

c) Fermentasi.

Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan starter. Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan media. Fermentasi dilangsungkan sampai nata yang terbentuk cukup tebal (1,0 – 1,5 cm). Biasanya ukuran tersebut tercapai setelah 10 hari (semenjak diinokulasi dengan starter), dan fermentasi diakhiri pada hari ke 15. Jika fermentasi tetap diteruskan, kemungkinan permukaan nata mengalami kerusakan oleh mikroba pencemar. Nata berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa mikroba berkapsul dari selulosa. Lapisan nata mengandung sisa media yang sangat masam. Rasa dan bau masam tersebut dapat dihilangkan dengan perendaman dan perebusan dengan air bersih.

YAKULT DAN YOGURT

Yoghurt atau yogurt, adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri. Yoghurt dapat dibuat dari susu apa saja, termasuk susu kacang kedelai. Tetapi produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat, yang berperan dalam protein susu untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan bau yang unik pada yoghurt. Yoghurt sering dijual apa adanya, bagaimanapun juga rasa buah, vanilla atau coklat juga popular (Hidayat, 2006).

Yoghurt dibuat dengan memasukkan bakteri spesifik ke dalam susu di bawah temperatur yang dikontrol dan kondisi lingkungan, terutama dalam produksi industri. Bakteri merombak gula susu alami dan melepaskan asam laktat sebagai produk sisa. Keasaman meningkat menyebabkan protein susu untuk membuatnya padat. Keasaman meningkat (pH 4-5) juga menghindari proliferasi bakteri patogen yang potensial. Di AS, untuk dinamai yoghurt, produk harus berisi bakteri Streptococcus salivarius subsp. thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus (Anonim, 2007).

Pada kebanyakan negara, produk mungkin disebut yoghurt hanya jika bakteri hidup ada di produk akhir. Produk yang telah dipasteurisasi, yang tidak punya bakteri hidup, disebut susu fermentasi (minuman) (Anonim, 2007).

Yoghurt yang telah dipasteurisasi memiliki rentang hidup yang panjang dan tidak membutuhkan kulkas. Yoghurt kaya akan protein, beberapa vitamin B, dan mineral yang penting. Yoghurt memiliki lemak sebanyak susu darimana ia dibuat (Anonim, 2007).

Karena struktur laktosa yoghurt dirusak, maka yoghurt bisa dikonsumsi orang yang alergi terhadap susu. Yoghurt kaya dengan vitamin B (Anonim, 2007).

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan (Hidayat, 2006).

Persamaan Reaksi Kimia

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)

Dijabarkan sebagai

Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan (Hidayat, 2006).

Pembuatan tempe dan tape (juga peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-obatan. Fermentasi yang sering dilakukan adalah proses tape, tempe, yoghurt, dan tahu (Hidayat, 2006).

Yakult adalah minuman susu (fermentasi), yang dibuat dengan memfermentasikan susu bubuk skim yang mengandung bakteri asam laktat hidup, Lactobacillus casei Shirota strain (Anonim, 2007).

Pada tahun 1930, almarhum Dr. Minoru Shirota, pendiri perusahaan Yakult, mengisolasi berbagai jenis bakteri asam laktat dan memilih satu jenis bakteri yang bersifat paling tahan terhadap cairan pencernaan. Di samping itu, Dr. Minoru Shirota juga memperkuatnya sehingga menjadi strain baru yang unggul. Karena itu, berbeda dengan bakteri lain, bakteri ini dapat menaklukkan berbagai hambatan fisiologis seperti asam lambung dan cairan empedu sehingga dapat mencapai dan bertahan hidup dalam usus manusia. Dari dalam usus bakteri ini membantu meningkatkan kesehatan kita dengan cara mengaktifkan sel-sel kekebalan, meningkatkan jumlah bakteri berguna dan mengurangi jumlah bakteri yang merugikan. Dengan mengkonsumsi Yakult setiap hari berarti kita memasukkan sekurang-kurangnya 6,5 milyar bakteri Lactobacillus casei Shirota strain hidup (Anonim, 2007).

Usus kita memainkan peran yang penting dalam kesehatan kita. Bahkan proses penuaan pun dimulai dari usus. Karena itu yang terpenting dalam menjaga kesehatan adalah menjaga kesehatan usus. Manfaat Yakult adalah terletak pada bakterinya yang mampu hidup sampai usus kita karena itu bakteri ini dapat memberikan manfaat seperti:

  1. Mencegah gangguan pencernaan.
  2. Meningkatkan daya tahan tubuh.
  3. Meningkatkan jumlah bakteri berguna dalam usus.
  4. Mengurangi racun dalam usus.
  5. Membatasi jumlah bakteri yang merugikan dalam usus (Anonim, 2006).

Yakult adalah probiotik. Probiotik berasal dari kata probios, yang dalam ilmu biologi berarti untuk kehidupan. Probiotik adalah pangan mengandung mikroorganisme hidup yang secara aktif meningkatkan kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi dalam keadaan hidup dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu untuk dapat disebut probiotik, bakteri harus mempunyai persyaratan sbb:

  1. Terbukti aman bagi manusia.
  2. Dapat mencapai usus dalam keadaan hidup.
  3. Terbukti bermanfaat (Anonim, 2006).

Probiotik adalah suplemen diet yang mengandung bakteri berguna dengan asam laktat bakteri (lactic acid bacteria – LAB) sebagai mikroba yang paling umum dipakai. Laboratorium telah dipakai dalam industri makanan bertahun-tahun karena mereka mampu untuk mengubah gula (termasuk laktosa) dan karbohidrat lain menjadi asam laktat. Ini tidak hanya menyediakan rasa asam yang unik dari dairy food fermentasi seperti susu fermentasi, tapi juga berperan sebagai penyedia, dengan cara mengurangi pH dan membuat kesempatan organisme merugikan untuk tumbuh lebih sedikit (Anonim, 2006).

Probiotik seringkali direkomendasikan oleh dokter dan lebih sering lagi oleh ahli nutrisi, setelah pengkonsumsian antibiotik, atau sebagai bagian dari pengobatan candidiasis. Banyak probiotik disediakan dalam sumber alaminya seperti Lactobacillus pada yoghurt dan sauerkraut. Beberapa mengklaim probiotik mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Anonim, 2006).

Tipe probiotik

Bentuk yang paling umum dari probiotik adalah produk peternakan dan makanan probiotik. Bagaimanapun juga, tablet dan kapsul berisikan bakteri dalam kondisi dibekukan juga dapat ditemukan. Beberapa probiotik umum meliputi berbagai spesies dari genera Bifidobacterium dan Lactobacillus seperti:

- Bifidobacterium bifidum

- Bifidobacterium breve

- Bifidobacterium infantis

- Bifidobacterium longum

- Lactobacillus acidophilus

- Lactobacillus casei

- Lactobacillus plantarum

- Lactobacillus reuteri

- Lactobacillus rhamnosus

- Lactobacillus GG (Anonim, 2006).

Ada pula satu spesies ragi yang digunakan sebagai probiotik:

- Saccharomyces boulardii

Beberapa bakteri yang umum dipakai dalam produk tapi tanpa efek probiotik (bakteri yoghurt):

- Lactobacillus bulgaricus

- Streptococcus thermophilus (Anonim, 2006).

Beberapa bakteri lain disebutkan dalam produk probiotik:

- Bacillus coagulans

- Lactobacillus bifidus

- Lactobacillus caucasicus (Anonim, 2006).

Referensi :

Anonymous. 2007. Fermentasi. http://www.google.co.id.

Anonymous. 2007. Yogurt. http://www.google.co.id.

Anonymous. 2007. Yakult. http://www.wikipedia.com.

Anonymous. 2007. Yogurt. http://www.wikipedia.com.