Jumat, 29 April 2011

Pemanfaatan Tepung Kerabang Telur

            Kerabang telur menurut sebagian orang merupakan hasil ikutan ternak yang menganggaopnya limbah dan dapat mencemari lingkungan serta tidak dapat dimanfaatkan. Apabila dimanfaatkan kerabang telur mempunyai potensi yang cukup besar.
Pemanfaatan kerabang telur salah satunya adalah dengan pembuatan tepung kerabang telur. Pemberian tepung kerabang telur pada pakan ayam petelur dimaksudkan sebagai sumber kalsium akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas dan kekuatan kerabang telur yang dihasilkannya. Kekuatan kerabang telur dipengaruhi oleh ketebalan kerabang dan konsentrasi lapisan pagar yang terdapat dalam lapisan bunga mamilary, sehingga kekuatan kerabang telur dapat dikatakan faktor penentu kualitas kerabang telur. Akan tetapi korelasi antara kekuatan kerabang telur tidak begitu baik dengan ketebalan kerabang telur (Meyer et al., 2003).
Yuwanta (2010) menjelaskan metode yang dipergunakan dalam prosesing limbah kerabang telur untuk pakan ayam petelur, adalah diawali dengan perendaman kerabang telur dengan air panas 800 celcius selama 15-30 menit, dibersihkan, setelah itu lalu dikeringkan. Kemudian direndam lagi menggunakan asam fosfat dengan beberapa konsentrasi, setelah itu dibuat tepung. Setelah jadi tepung, kemudian dicampur dengan bahan baku pakan lain seperti jagung giling, bekatul, bungkil kedelai dan lain-lain.
Pemanfaatan limbah kerabang telur menurut Yuwanta (2010) merupakan salah satu upaya untuk memperkaya nutrien mineral dalam pakan untuk ayam petelur. Kerabang telur menyusun sekitar 10% dari total berat telur. Kerabang telur sebagian besar (98,4%) terdiri dari bahan kering dan hanya 1,6% air. Kerabang telur mengandung 95,1% mineral dan 3,3% protein. Selain itu diantara mineral tersebut yang paling banyak adalah kalsium karbonat (98,43%), magnesium karbonat (0,84%) dan kalsium fosfat sebanyak 0,75%,
Syahputra (2006) menambahkan bahwa tepung kerabang telur adalah suatu produk olahan dari limbah telur yang masih mengandung kalsium tinggi. Tepung kerabang telur banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan atau fortifikasi dalam suatu produk pangan untuk meningkatkan nilai gizi produk tersebut, khususnya kalsium.
Tepung kerabang dalam pemanfaatanya telur dapat digunakan sebagai perekat karena mengandung 98% kalsium karbonat (CaCO3), sehingga tepung kerabang telur dapat dikombinasikan dengan semen sebagai perekat dalam pembuatan papan semen partikel (Syahputra, 2006).
Menurut Syahputra (2006) Papan semen partikel adalah salah satu jenis papan komposit yang dibuat dari campuran partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan semen sebagai perekatnya. Kelebihan papan semen partikel antara lain tahan api, tahan serangga, mempunyai sifat keteguhan tekan dan keteguhan lentur yang tinggi. Papan semen juga mudah digergaji, dipaku, dapat diplester dengan baik dan dapat direkatkan dengan semen satu sama lainnya.
Kerajinan Kerabang Telur
Telur yang merupakan makanan manusia sehari-hari menghasilkan limbah berupa kerabang atau cangkang yang kebanyakan dibuang sebagai limbah. Namun, ketika kerabang telur tersebu ada di tangan orang-orang terampil dan kreatif bisa menjadi kerajinan kerabang yang sangat indah dan bernilai ekonomi(Galeri UKM, 2010). Kerajinan kerabang telur merupakan perpaduan kreatifitas dan upaya memanfaatkan limbah yang tidak terpakai. Kerajinan kerabang telur memiliki prospek ekonomi dan peluang usaha yang cukup menjanjikan, menurut beberapa pengrajin permintaan kerajinan kerabnag telur terus meningkat di beberapa daerah di Indonesia (Galeri UKM, 2010).
Aneka kerajinan kerabang telur dengan berbagai bentuk dapat dibuat dengan sangat indah dan artistik. Kerabang telur dapat dijadikan bahan penghias furnitur dan aksesoris penghias rumah yang unik. Kerabang telur yang dicat atau diukir menjadi hiasan, tidak kalah menarik dengan material lainnya. Beberapa kerabang telur hewan yang dapat dijadikan Kerajinan Kerabang Telur antara lain dari telur ayam, telur bebek, telur burung puyuh, hingga yang terbesar telur burung onta (Galeri UKM, 2010).
Kerajinan yang berasal dari kerabang telur memiliki beberapa kelebihan antara lain adalah tahan terhadap api, tidak akan dimakan oleh rayap atau hama lainnya, serta tahan terhadap pergantian cuaca, serta apabila terkena sinar matahari, tidak akan memudarkan warnanya (Galeri UKM, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Galeri UKM. 2010. Kerajinan Tangan Dari Kulit Telur. http://galeriukm.web.id/unit-usaha/handicraft/kerajinan-tangan-dari-kulit-telur [26 Maret 2011]
Meyer, R., R.C. Baker and M.L. Scott. 2003. Effects of hen egg shell and other calcium sources upon egg shell strength and ultrastructure. J. Poultry Sci. 62 : 2227 - 29.
Syahputra, Ade. 2006. Pemanfaatan campuran tepung kerabang telur dengan semen berbahan dasar serat kelapa sawit dalam pembuatan papan semen partikel [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Yuwanta, Tri. 2010. Pemanfaatan Kerabang Telur. Program Studi Ilmu dan Industri Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Senin, 25 April 2011

Drosophila melanogaster

Drosophila melanogaster memiliki klasifikasi phylum Arthropoda, kelas Insecta, ordo diptera, sub ordo Cyclorrhapha, series Acalyptrata, familia Drosophilidae dan genus Drosophila (Strickberger, 1962). Drosophila melanogaster (lalat buah) adalah suatu serangga kecil dengan panjang dua sampai lima milimeter dan komunitasnya sering kita temukan di sekitar buah yang rusak atau busuk (Iskandar, 1987). Drosophila melanogaster seringkali digunakan dalam penelitian biologi terutama dalam perkembangan ilmu genetika (Manning, 2006).

Ada beberapa alasan Drosophila melanogaster dijadikan sebagai model organisme yaitu karena Drosophila melanogaster ukuran tubuhnya kecil, mudah ditangani dan mudah dipahami, praktis, siklus hidup singkat yaitu hanya dua minggu, murah, dan mudah dipelihara dalam jumlah besar (Iskandar, 1987), mudah berkembangbiak dengan jumlah anak banyak, beberapa mutan mudah diuraikan (King, 1962), memiliki empat pasang kromosom raksasa yang terdapat pada kelenjar saliva pada fase larva (Strickberger, 1962).

Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing, sedangkan pada jantan agak membulat. Tanda hitam pada ujung abdomennya juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis kelamin lalat ini tanpa bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan berwarna gelap, sedang pada betina tidak. Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedang pada betina ada 7. Lalat jantan memiliki sex comb, berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek (Demerec dan Kaufmann, 1961). Lalat betina memiliki garis hitam pada permukaan atas abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya 3 garis hitam (Wiyono, 1986). Tubuh lalat jantan lebih kecil dibandingkan betina dengan tanda-tanda secara makroskopis adanya warna gelap pada ujung abdomen, pada kaki depannya dilengkapi dengan sisir kelamin yang terdiri dari gigi hitam mengkilap (Shorrock, 1972).

Siklus Hidup Drosophila melanogaster

Drosophila melanogaster tergolong holometabola, memiliki periode istirahat, yaitu dalam fase pupa. Dalam perkembangannya Drosophila melanogaster mengalami metamorfosis sempurna yaitu melalui fase telur, larva, pupa dan Drosophila melanogaster dewasa (Frost, 1959). Lamanya siklus hidup Drosophila melanogaster bervariasi sesuai suhu. Rata-rata lama periode telur-larva pada suhu 20C adalah 8 hari, pada suhu 25C lama siklus menurun yaitu 5 hari. Siklus hidup pupa pada suhu 20C adalah sekitar 6,3 hari, sedangkan pada suhu 25C sekitar 4,2 hari. Sehingga pada suhu 25C siklus hidup Drosophila melanogaster dapat sempurna sekitar 10 hari, tetapi pada suhu 20C dibutuhkan sekitar 15 hari.

Telur

Telur Drosophila melanogaster memiliki panjang kira-kira setengah milimeter. Bagian struktur punggung telur ini lebih datar dibandingkan dengan bagian perut. Telur lalat akan nampak di permukaan media makanan setelah 24 jam dari pekawinan (Wiyono, 1986). Perkembangan embrio, yang mengikuti pembuahan dan bentuk zygot, terjadi pada membran telur (Demerec dan Kaufmann, 1961). Lensa tangan akan mempermudah untuk mengamati telur-telur lalat. Setelah fertilisasi acak telur berkembang kurang lebih satu hari, kemudian menetas menjadi larva (Wiyono, 1986).

Larva

Sekitar satu hari setelah fertilisasi, embrio berkembang dan menetas menjadi larva (Manning, 2006). Larva yang baru menetas disebut sebagai larva fase (instar) pertama dan hanya nampak jelas bila diamati dengan menggunakan alat pembesar. Larva makan dan tumbuh dengan cepat (Demerec dan Kaufmann, 1961) kemudian berganti kulit menjadi larva fase kedua dan ketiga. Larva fase ketiga, dua sampai tiga hari kenudian berubah menjadi pupa (Wiyono, 1986). Setelah penetasan dari telur, larva mengalami dua kali molting (ganti kulit) (Demerec dan Kaufmann, 1961), memakan waktu kurang lebih empat hari untuk selanjutnya menjadi pupa (Wiyono, 1986). Fase terakhir dapat mencapai panjang sekitar 4,5 milimeter. Larva sangat aktif dan termasuk rakus dalam makan, sehingga larva terdebut bergerak pelan pada media biakan. Saat larva siap menjadi pupa, mereka berjalan perlahan dan menempeldi permukaan relatif kering, seperti sisi botol atau di bagian kertas kering yang diselipkan pada pakannya (Demerec dan Kaufmann, 1961).

Pupa

Pupa yang baru terbentuk awalnya bertekstur lembut dan putih seperti kulit larva tahap akhir, tetapi secara berlahan akan mengeras dan warnanya gelap (Demerec dan Kaufmann, 1961). Diatas dari empat hari, tubuh pupa tersebut sudah siap dirubah bentuk dan diberi sayap dewasa, dan akan tumbuh menjadi individu baru setelah 12 jam (waktu perubahan fase diatas berlaku pada suhu 25C) (Manning, 2006). Tahap akhir fase ini ditunjukkan dengan perkembangan dalam pupa seperti mulai terlihatnya bentuk tubuh dan organ dewasa (imago). Ketika perkembangan tubuh sudah mencapai sempurna maka Drosophila melanogaster dewasa akan muncul melalui anterior end dari pembungkus pupa. Lalat dewasa yang baru muncul ini berukuran sangat panjang dengan sayap yang belum berkembang. Dalam waktu yang singkat, sayap mulai berkembang dan tubuhnya berangsur menjadi bulat (Demerec dan Kaufmann, 1961). Hari kelima pupa terbentuk dan pada hari kesembilan keluarlah imago dari selubung pupa (puparium) (Wiyono, 1986).

Imago

Perkawinan biasanya terjadi setelah imago beumur 10 jam, tetapi meskipun demikian lalat betina biasanya tidak segera meletakkan telur sampai hari kedua. Lalat buah drosophila pada suhu 25C, dua hari setelah keluar dari pupa mulai dapat bertelur 50 sampai 75 butir per hari sampai jumlah maksimum kurang lebih 400-500 dalam 10 hari, tetapi pada suhu 20C mencapai kira-kira 15 hari (Iskandar, 1987). Jumlah telur tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik, temperatur lingkungan dan volume tabung yang digunakan (Mulyati, 1985). Siklus hidup total terhitung dari telur sampai telur kembali berkisar 10-14 hari.

Lalat dewasa dapat hidup samapi 10 minggu (Wiyono,1986). Dalam kondisi menguntungkan lalat buah Drosophila dewasa dapat hidup lebih dari 40 hari. Sedangkan pada kondisi laboratorium banyak dilaporkan bahwa lalat buah dewasa rata-rata mati dalam 6 atau 7 hari (Shorrocks, 1972).

Media Drosophila melanogaster

Drosophila melanogaster banyak ditemukan di buah lembut (soft fruits) seperti anggur, pisang dan plum, terutama pada buah terlalu matang dan mulai terjadi fermentasi. Lalat ini dapat berkembang di media fermentasi lainnya. Di dalam laboratorium, Drosophila melanogaster dapat dipelihara pada medium pendukung pertumbuhan ragi. Drosophila lebih menyukai makanan yang mengandung karbohidrat dengan variasi ragi. Dalam pertumbuhannya, ragi menyebabkan diperoleh larva yang besar-besar (Stricberger, 1962 dan Shorrocks, 1972).

Shorrocks (1972) menyatakan bahwa lalat ini memiliki ketertarikan terhadap variasi makanan dari campuran senyawa-senyawa organik, seperti dijumpai di alam dalam fermentasi buah. Termasuk diantaranya etil alkohol, asam laktat, asetic, amilum dan etil asetat. Penggunaan makanan buatan memberikan hasil pertumbuhan lalat yang baik sekali (Wiyono, 1986).


DAFTAR PUSTAKA

Demerec dan Kaufman. 1961. Drosophila Guide. Introduction to the Genetics and Cytology of Drosophila melanogaster. Carniegie Institution of Washington, Washington D.C.

Iskandar, D.T. 1987. Petunuk Praktikum Genetika Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati, ITB Bandung.

King, R.C. 1962. Genetics. 2 nd Edition. Oxford University Press, New York.

Manning, G. 2006. A quick and simple introduction to Drosophila melanogaster. http://www.ceolas.org/fly/intro.html. [31 Maret 2010].

Mulyati, M.A.S. 1985. Pengaruh Silang dalam terhadap heritabilitas dan keragaman lebar thorax, jumlah bulu sternopleural dan jumlah anak pada lalat buah. Skripsi. Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Shorrocks, B. 1972. Drosophila, Ginn and Company Limited, London. Hal 31-48; 71-76; 103-116.

Strickberger, M.W. 1962. Experiments in Genetics with drosophila. John Wiley and Sons Inc, New York.

Wiyono, H.T. 1986. Studi mengenai pentingnya lalat buah Drosophila melanogaster sebagai bahan praktikum genetika di SMA. Tesis. Fakultas Pasca sarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Malang.

Persentase Karkas Ayam Broiler

Umumnya ayam broiler dipelihara selama kurang lebih 2 bulan atau antara 8 sampai 9 minggu. Berat badan pada umur ini sudah hampir sama dengan berat badan kebanyakan ayam petelur dewasa. Pada umur 50 hari ayam broiler dapat mencapai bobot rata-rata 1,5 kg. Karkas ayam merupakan ayam yang telah dikeluarkan jeroannya, kepala dipisahkan dengan leher hingga batas pemotongan dan kaki. Karkas ayam dibuat klasifikasinya berdasarkan bagian-bagian tubuh (Rasyaf, 2003). Selama proses pengolahan akan terjadi kehilangan berat hidup kurang lebih 1/3 bagian (berat daging siap masak itu nantinya kurang lebih 2/3 dari berat hidupnya) karena bulu, kaki, cakar, leher, kepala, jeroan atau isi dalam dan ekor dipisah dari bagian daging tubuh dengan demikian daging siap masak itu hanya tinggal daging pada bagian tubuh tambah dengan siap masak itu 75% dari berat hidup (Rasyaf, 2003).

Persentase bagian non karkas pada ayam broiler untuk setiap umur berbeda-beda yaitu pemotongan 8 minggu persentase karkasnya untuk jantan 64,6%, kepala dan leher 6,5%, kaki 3,3%, hati 2,6%, ampela 4,4%, jantung 0,6%, usus 6,6%, darah 5,4%, dan bulu 6,0%. Untuk betina karkas 71%, kepala dan leher 4,8%, kaki 4,5%, hati 3,1%, ampela 5,6%, jantung 0,6%, usus 0,5%, darah 4,2% dan bulu 9,6% (Murtidjo, 2003).

Sekarang ini ayam broiler di pasarkan dalam bentuk potongan-potongan komersial. Proposal bagian-bagian karkas seperti paha memiliki persentase 10 %, sayap sebanyak 15 %, betis 17 % dan dada 30 % dari bobot karkas. Bagian bobot dada dan punggungnya dapat di belah dua, sehingga potongan karkas komersial berjumlah 10 bagian. Bobot karkas berbeda-beda untuk setiap umurnya seperti pada umur 8 minggu memiliki bobot karkas sekitar 1,995 gram dengan persentase bagian-bagian karkas yaitu lemak abdominal 4,3%, sayap 9,6%, betis 13,0%, paha 16,6%, dada bertulang 34,2% dan dada tanpa tulang 22,6% (Amrullah, 2002).

Persentase karkas tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas karkas namun penting pada penampilan ternak sebelum dipotong. Pembeli ternak akan memperkirakan nilai karkas dari penampilan ternak sewaktu ternak tersebut masih hidup. Bila pembeli menaksir persentase karkas terlalu tinggi misalnya 1% saja, Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah konformasi tubuh dan derajat kegemukan. Ternak yang gemuk, persentase karkasnya tinggi dan umumnya berbentuk tebal seperti balok (Kartasudjana, 2001).

Faktor lain yang mempengaruhi persentase karkas adalah jumlah pakan dan air yang ada pada saluran pencernaan ternak. Bila jumlahnya cukup banyak maka persentase karkasnya akan rendah. Kulit yang besar dan juga tebal juga akan berpengaruh terhadap persentase karkas (Kartasudjana,2001).

Menurut Eldawati (1997), karkas ayam terdiri dari daging dan tulang sedangkan daging 50-70% dari bobot karkas atau kurang lebih 40% dari bobot hidup. Bagian-bagian karkas yang banyak diperdagangkan adalah bagian daging dada, paha atas dan paha bawah yaitu sekitar 32% dari bobot total karkas dan mempunyai harga yang lebih tinggi, sedangkan bagian karkas yang banyak mengandung tulang terdapat di daerah punggung, leher dan sayap yaitu sekitar 30% dan jeroan (hati, jantung dan ampela) sekitar 7% kemudian diimbangi oleh bagian-bagian lainnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase bobot karkas meliputi jenis kelamin, bobot badan dan umur. Persentase bobot karkas ayam broiler jantan lebih tinggi dibandingkan dengan persentase bobot karkas ayam betina (Brake et al., 1993). Grey et al (1982), menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot karkas tidak hanya jenis kelamin, umur dan bobot badan tetapi ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karkas diantaranya strain, makanan, manajemen dan lingkungan.

Karkas Ayam

Menurut Moutney (1976), daging ayam merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi dan mengandung vitamin B kompleks, sumber asam lemak yang baik dan asam amino esensial serta merupakan sumber mineral yang lengkap. Selain itu serat-serat dagingnya empuk, mudah dikunyah dan dicerna serta mempunyai pontensi rasa yang khas yang umum disukai. Jackson et al., (1982) mendefinisikan karkas sebagai bobot potong ayam tanpa darah, bulu, kepala, leher, kaki, lemak abdomen dan organ dalam.

Lemak abdomen merupakan lemak yang terdapat pada bagian tubuh ayam disekitar perut, sedangkan Muchtadi dan Sugiyono (1992), menyatakan bahwa karkas mrupakan bagian dari sebuah unggas tanpa darah, bulu, kepala, kaki, leher, leher dan organ dalam. Natawihardja (1991), menyatakan bahwa jumlah lemak abdominal sangat dipengaruhi oleh imbangan energi dan protein dalam ransum. Semakin luas imbangan antara energi dan protein akan diikuti dengan semakin tinggi lemak tubuh yang dihasilkan dan sebaliknya apabila imbangan antara energi dan protein sempit akan menghasilkan lemak tubuh yang rendah.

Nilai komersial dari karkas pada umumnya tergantung pada ukuran, struktur dan komposisinya di mana sifat-sifat stuktural karkas komersial yang utama adalah bobot, proporsi jaringan-jaringan karkas, ketebalan lemak, komposisi komposisi kimia serta penampilan luar dari jaringan tersebut serta kualitas dagingnya (Kempster, 1982). Phillips (2001), menambahkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi karkas.

Kriteria Karkas yang Baik

Daging ayam merupakan daging yang relatif murah dibandingkan dengan daging yang lain (daging sapi, kerbau dan kambing) sehingga banyak dikonsumsi oleh masyarakat dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Daging ayam yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) adalah daging yang diharapkan oleh semua konsumen, karena dari berbagai aspek daging ayam yang ASUH terjamin jika dikonsumsi oleh masyarakat. Pengertian ASUH yaitu AMAN: Tidak mengandung residu bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit atau mengganggu kesehatan manusia. SEHAT: Memiliki zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan. UTUH: Tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian hewan lain. HALAL: Dipotong dan ditangani sesuai dengan Syariat Agama Islam (Dinas Peternakan, perikanan dan kalautan Propinsi DKI Jakarta, 2011).

Pelaku bisnis yang terlibat dalam proses pemotongan ayam hingga perdagangan daging ayam sangat banyak dan beragam tingkat pendidikannya, sehingga penyimpangan dalam penanganan dan perdagangan daging ayam sering ditemui di Tempat Pemotongan Ayam (TPA) atau di pasar. Praktek penyimpangan dalam penanganan karkas ayam mulai dari Tempat Pemotongan Ayam (TPA) sampai ke tempat penjualan telah banyak dijumpai seperti : Penjualan bangkai ayam sebagai ayam potong, pemakaian formalin sebagai bahan pengawet, penyuntikan karkas ayam dengan air atau udara, dan pemberian warna kuning pada karkas atau daging ayam (Dinas Peternakan, perikanan dan kalautan Propinsi DKI Jakarta, 2011).

Cara mengetahui ciri-ciri karkas daging ayam sehat yaitu kulit berwarna putih bersih dan mengkilat dan tidak dijumpai memar, bau spesifik daging ayam, pembuluh darah diseluruh tubuh tidak terlihat, serabut otot berwarna agak pucat bekas tempat pemotongan di leher regangannya besar dan tidak merata, konformasi sempurna dan tidak dijumpai cacat, dijual pada tempat-tempat yang memakai pendingin dan penutup, bersih dari kotoran, dan tidak dijumpai bulu jarum pada karkas atau daging ayam. Kualitas karkas dapat meningkat dengan penambahan 0,15% antibiotik ditambah 0,2% asam organik dalam ransum basal sebesar 0,10% dibanding dengan ransum kontrol (Denli et al., 2003).