Rabu, 02 Februari 2011

SISTEM PETERNAKAN BABI ORGANIK SECARA AGROSILVOPASTORAL

Peternakan merupakan sekor yang srategis dan penting dalam bidang perekonomian dan pengembangan sumberdaya manusia di Indonesia. Peranan ini dapat dilihat dari fungsi produk peternakan sebagai penyedia protein hewani bagi manusia. Oleh karena itu peningkatan kesejahteraan ternak perlu diperhatikan salah satunya adalah memperhatikan sistem peternakan yang cocok bagi ternak, terutama di Indonesia.
Pemeliharaan ternak babi umumnya masih dilakukan secara sederhana atau tradisional, contoh makanannya masih tergantung pada sisa-sisa dari dapur, dikandangkan tetapi kadang-kadang dilepas dengan sistem perkandangan tradisional, kurang memperhatikan aspek ekonomis dan faktor-faktor produksi dalam usaha peternakan babi. Untuk meningkatkan produksi dan mutu ternak babi maka perlu usaha perbaikan melalui makanan, tatalaksana dan bibit yang dikelola.
Agar usaha ini dapat memberikan keuntungan yang optimal bagi pemiliknya maka perlu diperhatikan beberapa hal yang menyangkut Manajemen pemeliharaan ternak babi seperti seleksi bibit, pakan, kandang dan peralatan, tatalaksana pemeliharaan, kesehatan dan pencegahan penyakit, penanganan panen/pasca panen, dan pemasaran.
Sistem peternakan babi di Indonesia salah satunya adalah sistem peternakan babi organik, secara agrosilvopastoral. Sistem ini dikembangkan dengan memelihara babi di hutan, dengan mengikutsertakan peran serta masyarakat setempat untuk ikut memelihara hutan. Sistem ini merupakan bentuk khas dari kebun-hutan (forest-garden) dimana terletak jauh dari area pemukiman yang umumnya pada hutan-hutan sekunder atau di dekat hutan primer. Di samping itu, berbagai jenis buah-buahan juga tumbuh berbagai jenis pohon atau perdu yang memiliki manfaat bagi kehidupan masyarakat. Untuk mengoptimalkan bahan pakan ternak babi, peran serta masyarakat adalah menghasilkan limbah dapur dan limbah pertanian serta perkebunan sebagai pakan ternak babi dan penggunaan hutan sebagai tempat penggembalaan. Ditinjau dari segi sosial dan budaya, penggunaan sistem agrosilvopastoral bertujuan untuk menjauhkan peternakan babi dari pemukiman yang padat penduduk karena sebagian masyarakat kurang menerima keberadaan peternakan babi. Sehingga hutan menjadi salah satu alternatif model pengembangan peternakan babi.
Salah satu contoh penerapan sistem agrosilvopastoral adalah lembo yang diterapkan pada masyarakat Sendawar, Kalimantan Timur. Sebenarnya secara sederhana (dan menurut khalayak luas) lembo dapat disebut sebagai ‘kebun buah’. Akan tetapi bagi masyarakat setempat, istilah kebun biasanya berkaitan dengan aspek budidaya tunggal dengan jenis-jenis eksotik (dari luar) yang berorientasi perdagangan (komersial), misalnya kebun karet (rubber plantation), kebun kelapa sawit (oil-palm plantion), dan lain-lain.

Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan.

Strength
Penggunaan system peternakan babi organik secara agrosilvopastoral memiliki keunggulan seperti, tidak membatasi ruang gerak babi untuk beraktivitas. Memberdayakan masyarakat sekitar hutan, sehingga masyarakat juga dapat menjaga kelestarian hutan. Dalam segi biaya relatif ekonomis karena memanfaatkan dan mengoptimalkan sumberdaya alam yang tersedia di hutan. Jauh dari pemukiman yang padat. Bahan pakan bisa didapatkan dari sisa-sisa dapur rumah tangga dari masyarakat sekitar, sisa pertanian dan sisa perkebunan (misal: perkebunan kelapa sawit).
Weakness
Penggunaan sistem peternakan babi organik secara agrosilvopastoral memiliki beberapa kelemahan yaitu akses transportasi yang cukup sulit untuk menjangkau daerah-daerah sekitar hutan. Perlu pengawasan yang lebih untuk keamanan dan kesehatan ternak.
Opportunity
Sistem peternakan babi organik secara agrosilvopastoral memiliki kesempata atau peluang berkembang yang baik karena ramah lingkungan, adanya program pemerintah yang mencanangkan pemeliharaan hutan. Peluang penerapan juga didukung dengan banyaknya perkebunan kelapa sawit dan lahan pertanian yang terdapat di sekitar hutan. Serta masih banyak lahan hutan sekunder yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Threat
Penggunaan sistem peternakan babi organik secara agrosilvopastoral terdapat beberapa ancaman yaitu seperti adanya pembalakan hutan secara liar, adanya kebakaran hutan, dan adanya bencana alam.

CUKUR BULU DAN POTONG KUKU PADA DOMBA

Domba merupakan salah satu hewan ruminansia kecil penghasil wool yang suka berkelompok. Sedangkan kambing merupakan salah satu hewan ruminansia kecil relatif tahan panas dan lembab serta kurang suka berkelompok. Karena domba suka berkelompok, maka handling dan tilik ternak terhadap domba pun lebih mudah dilakukan. Handling yang baik sangat diperlukan oleh peternak untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Potong kuku dan cukur bulu merupakan salah satu tindakan preventif yang secara khusus sering dilakukan oleh peternak domba dan kambing. Potong kuku dilakukan untuk mencegah penyakit foot root (busuk kuku) yang disebabkan oleh adanya bakteri yang tinggal di kotoran yang ada di sela-sela kuku.
Apabila kuku panjang maka rongga di bagian bawah kuku semakin luas untuk dipenuhi kotoran sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi bakteri. Potong kuku juga dilakukan untuk mencegah kemungkinan luka akibat kuku patah pada ternak yang kukunya panjang dan agar ternak tidak beralan pincang.
Mencukur bulu khusus dilakukan pada ternak domba, berkaitan dengan pengobatan secara dipping/spraying yang akan menyakitkan apabila bulu domba sudah mulai menggumpal. Bulu domba dapat dicukur dengan menggunakan gunting ataupun mesin pencukur elektrik. Apabila ternak domba sudah dicukur bulunya akan mendatangkan keuntungan ekonomis yaitu penampilan domba menjadi lebih bersih, bulunya menjadi tipis sehingga domba kelihatan gemuk, dan wool domba mempunyai harga jual yang relatif tinggi.

Judging Ternak Domba

Domba merupakan salah satu hewan ruminansia kecil penghasil wool yang suka berkelompok. Sifat domba suka berkelompok, maka handling dan tilik ternak terhadap domba pun lebih mudah dilakukan. Handling yang baik sangat diperlukan oleh peternak untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Eksterior atau tilik ternak adalah suatu ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk tubuh dari luar untuk menentukan atau mengetahui kualitas dari suatu ternak. Penentuan kualitas atau kondisi dari suatu ternak harus memperlihatkan hal-hal sebagai berikut :
1. Konstitusi tubuh
Konstitusi tubuh merupakan imbangan dari bagian-bagian tubuh ternak, dengan cara membandingkan bentuk-bentuk dari suatu bagian. Letak bagian tersebut dibandingkan dengan bentuk yang umum, serta dibandingkan hubungannya dengan bagian lain.
2. Temperamen
Temperamen adalah sikap atau tingkah laku alami dari seekor ternak, sekaligus menyangkut juga kemungkinan ada atau tidaknya penyakit atau cacat tubuh yang terdapat pada seekor ternak. Perbedaan temperamen dapat menyebabkan perbedaan pula di dalam mengelola ternak-ternak tersebut supaya ternak mampu memberikan produksi secara maksimal.
3. Kondisi Tubuh
Kondisi tubuh yaitu keadaan sehat atau tidaknya, gemuk atau kurusnya, cacat tubuh atau tidaknya suatu ternak baik cacat genetik maupun cacat yang bersifat mekanik. Kondisi ternak sangat berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan untuk berproduksi secara maksimal. Cacat genetik adalah cacat yang terjadi akibat faktor genetik misalnya testisnya hanya satu, lambung hanya satu dan sebagainya. Cacat mekanik adalah cacat tubuh yang disebabkan karena faktor luar, antara lain tubuh, kanibalisme, kaki pincang, kulit luka dan sebagainya.




Penilaian kondisi tubuh ternak juga dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
1. Morfologi Tubuh
Bentuk secara umum seekor ternak berkaitan dengan tujuan pemeliharaan ternak. Apabila bentuk tubuhnya baik, maka seekor ternak pun dapat berproduksi dengan optimal.
2. Tingkat Kemurnian bangsa.
Tingkat kemurnian bangsa digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memperkirakan kemampuan berproduksi pada sekelompok ternak yang tergolong bangsa murni. Bangsa murni (Pure breed) akan mampu berproduksi secara maksimal apabila dikelola secara memadai. Sedangkan untuk sekelompok ternak yang tingkat kemurnian bangsanya rendah (sering disebut bangsa peranakan atau turunan), akan berproduksi lebih rendah apabila dibandingkan dengan sekelompok ternak yang tergolong bangsa murni (Pure breed).
Pane (1986), peternak umumnya sangat memperhatikan bentuk atau penampilan fisik ternak yang dipelihara. Beberapa karakter sifat fisik yang biasanya diperhitungkan dalam menilai seekor ternak, misalnya perbandingan anggota tubuh, struktur tubuh keseluruhan, tipe ternak dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam penentuan seleksi ternak sebaiknya dinilai berdasarkan konstitusi tubuh, temperamen, dan kondisi tubuh ternak tersebut sehingga didapatkan hasil yang maksimal.
Ukuran-ukuran Tubuh Domba untuk Seleksi
Seleksi berarti memilih ternak domba, baik jantan maupun betina yang memiliki kualitas dan penampilan yang bagus sebagai bibit. Semua ternak untuk bibit yang bagus dengan cara seleksi guna menggantikan ternaknya yang sudah tua. Domba yang baik harus memiliki organ tubuh yang lengkap (tidak cacat), pertumbuhannya cepat dan sehat. Seleksi ternak domba di Indonesia pada umumnya diarahkan pada dua tujuan, yaitu domba potong dan untuk bibit yang baik. Sebagai pendekatan hasil seleksi untuk mendapatkan bibit yang baik, oleh peternak digunakan sebagai cara berdasarkan penilaian individual, penampilan, uji produksi dan silsilah.


1. Bobot badan
Penimbangan untuk mengetahui bobot badan domba dapat dilakukan dengan menggendong domba dan ditimbang dengan alat timbangan yang disediakan. Selain bisa ditimbang secara langsung, bobot badan dapat diketahui dengan cara penafsiran, yaitu dengan mengukur lingkar dada dan menggunakan rumus tertentu untuk mengetahui bobot domba tersebut.
2. Tinggi pundak
Tinggi pundak diukur dengan tongkat ukur dari permukaan tanah sampai bagian pundak tepat dibelakang kaki depan. Dalam pengukuran tinggi pundak ini posisi kaki domba harus berbentuk segi empat dan lurus. Domba harus ditempatkan di tempat yang datar. Lokasi dan cara berdiri sangat mempengaruhi hasil pengukuran. Jika domba berdiri dan kakinya menekuk maka ukuran akan berkurang.
3. Lingkar dada
Untuk mengetahui berapa besar lingkar dapat kita ukur dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran dilakukan pada daerah dad tepat di belakang kaki depan. Pengukuran langkar dada berguna untuk penaksiran bobot badan, mengetahui perkembangan organ dalam apakah rongga dada bisa menampung organ dalam dengan baik.
4. Dalam dada
Untuk mengukur dalam dada biasanya dugunakan tongkot ukur. Mengukur dalam dada dilakukukan diabagian pundak sampai dasar dada tepat di bagian belakang kaki depan.
5. Lebar dada
Lebar dada diukur dengan menggunakan tongkat ukur atau caliper dari dada kiri sampai dada kanan tepat di belakang kaki depan.
6. Panjang badan
Untuk pengukuran panjang badan biasanya dilakukan dengan menarik panjang dari bagian penonjolan tulang bahu sampai penonjolan tulang panggul (tulang ichi) atau diukur dari pangkal tulang panggul sampai pangkal tulang leher (Denny, 2008).